F C Dm Am
A lonely road, crossed another cold state line
B F C
Miles away from those I love purpose hard to find
F C Dm Am
While I recall all the words you spoke to me
B F
Can�t help but wish that I was there
C
Back where I�d love to be, oh yeah
F C Dm C
Dear God the only thing I ask of you is
B F
to hold her when I�m not around,
C
when I�m much too far away
F C Dm C
We all need that person who can be true to you
B F
But I left her when I found her
C
And now I wish I�d stayed
B C
�Cause I�m lonely and I�m tired
* Dm C B
I�m missing you again oh no
F
Once again
F C Dm Am
There�s nothing here for me on this barren road
B F
There�s no one here while the city sleeps
C
and all the shops are closed
F C Dm Am
Can�t help but think of the times I�ve had with you
B F C
Pictures and some memories will have to help me through, oh yeah
F C Dm C
Dear God the only thing I ask of you is
B F
to hold her when I�m not around,
C
when I�m much too far away
F C Dm C
We all need that person who can be true to you
B F
I left her when I found her
C
And now I wish I�d stayed
B C
�Cause I�m lonely and I�m tired
* Dm C B
I�m missing you again oh no
F
Once again
Dm * B F
Some search, never finding a way
Dm * B F
Before long, they waste away
Dm * B F
I found you, something told me to stay
Dm * B F
I gave in, to selfish ways
Gm C
And how I miss someone to hold
when hope begins to fade�
F C Dm Am
A lonely road, crossed another cold state line
B F C
Miles away from those I love purpose hard to find
F C Dm C
Dear God the only thing I ask of you is
B F
to hold her when I�m not around,
C
when I�m much too far away
F C Dm C
We all need the person who can be true to you
B F
I left her when I found her
C
And now I wish I�d stayed
B C
�Cause I�m lonely and I�m tired
* Dm C B
I�m missing you again oh no
F
Once again
Senin, 25 Februari 2013
agnes monica MUDA (LEO LEO LE O)
Lirik Lagu Agnes Monica – Muda (Le O Le O)
Le o le o le o heeei, le o le o le o heeei
Ku berlari pakai hati, tak berhenti sampai mati
Le o le o le o heeei, le o le o le o heeei, le o le o le o heeei
Aku dengar ada yang bicara
Papa mamaku punya cita-cita
Dia baru berusia lima
Tapi semangatnya sungguh sempurna
Never in your life, let them talk to you like you can not
Yes, you’re young but you’re right
Walk your miles, do your part with a smile
’cause you’re young, you’re young, you’re young
Hidupku itu adalah aku
Bukan kamu dan ragumu, jangan sama-samakanku
Hidupmu itu adalah kamu
Bukan kata tidak mampu, tak peduli usiamu
Aku muda (aku muda) aku bisa (aku bisa)
Tak perlu ragukan yang kau lihat
Orang ikuti ku punya jejak
Kamu yang nakal bikin ku bosan
Mulut setan bicara tak karuan
Never in your life, let them talk to you like you can not
Yes, you’re young but you’re right
Walk your miles, do your part with a smile
’cause you’re young, you’re young, you’re young
Hidupku itu adalah aku
Bukan kamu dan ragumu, jangan sama-samakanku
Hidupmu itu adalah kamu
Bukan kata tidak mampu, tak peduli usiamu
Hidupku itu adalah aku
Bukan kamu dan ragumu, jangan sama-samakanku
Biar ku berlari pakai hati
Tak berhenti sampai mati, aku muda aku bisa
Le o le o le o heeei, le o le o le o heeei
Ku berlari pakai hati, tak berhenti sampai mati
Le o le o le o heeei, le o le o le o heeei
Ku berlari pakai hati, tak berhenti sampai mati
Hidupku itu adalah aku
Bukan kamu dan ragumu, jangan sama-samakanku
Hidupmu itu adalah kamu
Bukan kata tidak mampu, tak peduli usiamu
Hidupku itu adalah aku
Bukan kamu dan ragumu, jangan sama-samakanku
Biar ku berlari pakai hati
Tak berhenti sampai mati, aku muda aku bisa
Le o le o le o heeei
Ku berlari pakai hati, tak berhenti sampai mati
rumor BUTIRAN DEBU
Lirik Lagu Rumor – Butiran Debu
D Dm
A E/G# F#m E
namaku cinta ketika kita bersama
D A/C# Bm E
berbagi rasa untuk selamanya
A E/G# F#m E
namaku cinta ketika kita bersama
D A/C# Bm E A
berbagi rasa sepanjang usia
D C#m F#m
hingga tiba saatnya aku pun melihat
Bm E
cintaku yang khianat, cintaku berkhianat
Chorus:
A E F#m
aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi
D A/C# Bm E
aku tenggelam dalam lautan luka dalam
A E F#m
aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang
D E A
aku tanpamu butiran debu
Intro: A E F#m E
D Dm
A E/G# F#m E
namaku cinta ketika kita bersama
D A/C# Bm E
berbagi rasa untuk selamanya
A E/G# F#m E
namaku cinta ketika kita bersama
D A/C# Bm E A
berbagi rasa sepanjang usia
D C#m F#m
hingga tiba saatnya aku pun melihat
Bm E
cintaku yang khianat, cintaku berkhianat
C#m F#m Bm E
D C#m F#m
menepi menepilah menjauh
Bm Dm E
semua yang terjadi antara kita ooh
[chorus]
A E F#m
aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi
D A/C# Bm E
aku tenggelam dalam lautan luka dalam
A E F#m
aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang
D E A
aku tanpamu butiran debu
A E F#m
aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi
D A/C# Bm E
aku tenggelam dalam lautan luka dalam
A E F#m
aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang
D E F#m E
aku tanpamu butiran debu
D E F#m B
aku tanpamu butiran debu
D E A
aku tanpamu butiran debu
Outro: A E F#m E
D E A
aku tanpamu butiran debu
cakra khan HARUS TERPISAH
Intro : C#-G#-Fm-G#-F7-A#m-G#-D#7-D#7m-G#-F#m Sendiri sendiri ku diam, diam dan merenung A#m G# F# G# Fm A#m Merenungkan jalan yang kan membawaku pergi D#m G# F4 F A#m G# Pergi tuk menjauh, menjauh darimu F# Fm A#m Darimu yang mulai berhenti, berhenti mencoba D#m G# Fm A#7 D#m Mencoba bertahan, bertahan untuk terus bersamaku F#m Fm A#m D#m G# C# Reff : Ku berlari, kau terdiam, ku menangis, kau tersenyum D#m Fm F4------F A#m Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali G# D#m G# C# Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi D#m G# F# - F4 - F A#m GDim7 Memang kita takkan menyatu D#m G# Interlude : C# F#m C# F4 - F7 Bayangkan bayangkan ku hilang, hilang tak kembali A#m G# F# Fm A#m Kembali untuk mempertanyakan lagi cinta D#m G# F4 F A#m G# Cintamu yang mungkin, mungkin tak berarti F# Fm A#m Berarti untukku rindukan D#m G# C# Reff : Ku berlari, kau terdiam, ku menangis, kau tersenyum D#m Fm F4------F A#m Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali G# D#m G# C# Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi D#m G# F# - F4 - F A#m GDim7 Memang kita takkan menyatu D#m G# - GDim7 F# Kini harusnya kita coba saling melupakan A - B Fm A#4 - A#7 D#m Lupakan kita pernah bersama G# A# Bridge : O... o... o... D# Fm Gm A# - G4 - G7 Cm G7 A# D# Ku berlari, kau terdiam, ku menangis, kau tersenyum Fm - Gm G7 - Cm Ku berduka, kau bahagia, ku pergi, kau kembali A# Fm A# D# Ku mencoba meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi Fm A# G# - G4 - G ADim7 Memang kita takkan menyatu Fm A# G#m
coboy junior TERHEBAT
Lirik Lagu Coboy Junior – Terhebat
Hey kawan
Pasti kau dan aku sama, sama-sama punya takut
Takut tuk mencoba dan gagal, tapi….
Hey kawan
Pasti kau dan aku sama, sama-sama punya mimpi
Mimpi tuk menjadi berarti karena
[**]
Harus kita taklukan, bersama lawan rintangan
Tuk jadikan dunia ini lebih indah
Tak perlu tunggu hebat
(Untuk berani memulai apa yang kau impikan)
[***]
Hanya perlu memulai (untuk menjadi hebat raih yang kau impikan)
Seperti singa yang menerjang semua rintangan tanpa rasa takut
Yakini bahwa kamu kamu kamu kamu terhebat
Back to [*][**][***]
Coba cobalah mari kita pasti bisa taklukan dunia dengan mimpi kita
Mari berbagi mari bermimpi bersama kita disini
Yakini kau pasti bisa .
Its CJR in the heart
Dan membuatmu percaya
Kamu terhebat seperti singa
[****]
Tak perlu tunggu hebat
(Untuk berani memulai apa yang kau impikan)
Hanya perlu memulai
(Untuk menjadi hebat raih yang kau impikan)
Seperti singa yang menerjang semua rintangan tanpa rasa takut
yakini bahwa (kamu hebat seperti singa)
Back to [****]
Seperti singa yg menerjang semua rintangan tanpa rasa takut
Yakini bahwa kamu kamu kamu kamu terhebat
Nanaana.. nanana.. naanaana.. naanaana.. naaa..
lirik lagu bunda melly goeslow
Lirik Lagu Melly Goeslaw – Bunda
Ku Buka Album Biru
F G
Penuh Debu Dan Usang
Em Am
Ku Pandangi Semua Gambar Diri
F G
Kecil Bersih Belum Ternoda
C Am
Pikirkupun Melayang
F G
Dahulu Penuh Kasih
Em Am
Teringat Semua Cerita Orang
F G C
Tentang Riwayatku
Reff#
Em Am F C
Kata Mereka Diriku Slalu Dimanja
Em Am F G
Kata Mereka Diriku Slalu Dtimang
C Am
Nada Nada Yang Indah
F G
Slalu Terurai Darinya
Em Am
Tangisan Nakal Dari Bibirku
F G
Takkan Jadi Deritanya
C Am
Tangan Halus Dan Suci
F G
Tlah Mengangkat Diri Ini
Em Am
Jiwa Raga Dan Seluruh Hidup
F G C
Rela Dia Berikan
BACK TO REFF
C G Am Em
Oh Bunda Ada Dan Tiada Dirimu
F G C
Kan Slalu Ada Di Dalam Hatiku …
Selasa, 19 Februari 2013
ketika aku ingin menjalankan syariat islam
Wahai Rabb semesta alam,
Ku ingin menikah atas perintahMu,
Sungguh ku sangat khawatir tak mampu menjalankan perintahMu
Tak berpijak nafsu atau kepentinganku, tapi tuk harap ridhaMu
Ku ingin menikah atas perintahMu,
Sungguh ku sangat khawatir tak mampu menjalankan perintahMu
Tak berpijak nafsu atau kepentinganku, tapi tuk harap ridhaMu
Wahai Maha Penggerak hati,
Izinkanlah hati ini tunduk dalam biduk cinta keshalihan
Terpatri ikrar Ilahiyah dan tauhid
Jangan kau biarkan hatiku keras membatu karena nafsu
Terombang ambing atas cinta, harapan fana nan semu
Izinkanlah hati ini tunduk dalam biduk cinta keshalihan
Terpatri ikrar Ilahiyah dan tauhid
Jangan kau biarkan hatiku keras membatu karena nafsu
Terombang ambing atas cinta, harapan fana nan semu
Kini hatiku gelisah tak menentu ya Rabb
Air mata seolah tak terbendung karena khawatir akan fitnah
Takut akan kehancuran pribadiku karena godaan setan mengusik sepanjang waktu
Iman ini mulai rapuh dan ragu pada janjiMu
Air mata seolah tak terbendung karena khawatir akan fitnah
Takut akan kehancuran pribadiku karena godaan setan mengusik sepanjang waktu
Iman ini mulai rapuh dan ragu pada janjiMu
Ku sadari ya Rabb, saat ini pernikahan adalah ujian terbesarku
Orientasi dan kecintaan pada diriMu kini kau uji
Kau suguhkan harta, tahta, dan paras menarik semata
Ya Rabb lindungi dan mampukan diriku, untuk lolos ujianMu
Orientasi dan kecintaan pada diriMu kini kau uji
Kau suguhkan harta, tahta, dan paras menarik semata
Ya Rabb lindungi dan mampukan diriku, untuk lolos ujianMu
Jangan gagalkan aku memperoleh ridhaMu ya Rabb
Kusadari begitu banyak pejuang yang gagal dalam ujian ini
Terbelenggu oleh duniawi dan kebahagiaan sesaat
Terjebak oleh nafsu dan romantika keruh
Melepaskan perjuangan hingga hilang hanyut dalam kenistaan cinta yang fana
Kusadari begitu banyak pejuang yang gagal dalam ujian ini
Terbelenggu oleh duniawi dan kebahagiaan sesaat
Terjebak oleh nafsu dan romantika keruh
Melepaskan perjuangan hingga hilang hanyut dalam kenistaan cinta yang fana
Banyak cinta yang datang menghampiri dan aku resah ya Rabb
Ketika itu tak lahir dari syariatMu
Bukan dalam kerangka iman dan Islam
Bukan untukMu tapi hanya untukku
Ketika itu tak lahir dari syariatMu
Bukan dalam kerangka iman dan Islam
Bukan untukMu tapi hanya untukku
Ya Rabb, hanya padaMu aku berkesah
Karena hanya padaMu aku berlindung dan memohon
Tunjukilah jalan yang lurus dan benar ya Rabb
Jalan yang kau ridhai bukan jalan yang kau celakakan
Karena hanya padaMu aku berlindung dan memohon
Tunjukilah jalan yang lurus dan benar ya Rabb
Jalan yang kau ridhai bukan jalan yang kau celakakan
Mampukan aku memenuhi perintahMu untuk menikah
Hindarkan dari kehancuran dan kehinaan
Kokohkan niat untuk melangkah dalam kesucian
Luluskan dalam menghadapi ujianMu…
Hindarkan dari kehancuran dan kehinaan
Kokohkan niat untuk melangkah dalam kesucian
Luluskan dalam menghadapi ujianMu…
Demi Allah aku menikah…
Laa illaha illallah Muhammadarrasulullah…
Laa illaha illallah Muhammadarrasulullah…
aku heran dengan laki laki yang menginginkan wanita sholeha
Aku heran dengan pria yang menginginkan wanita sholehah
Tetapi dia mendatanginya, menyentuhnya, memacarinya
Menggodanya, merayunya, memeluknya dan bahkan berdua-dua dengannya
Akhirnya wanita itu senang dan pria yang menginginkan wanita sholehah tadi juga senang
Senang karena nafsu, senang karena puas baik pria itu maupun wanita yang tadinya sholehah itu
Aku heran dengan pria yang menginginkan wanita sholehah
Tetapi dia berkata dia mencintai wanita itu melebihi segalanya bahkan Allah juga
Dia berkata dia merindukan wanita itu melebihi segalanya bahkan Allah juga
Dia berkata wanita itulah yang menjadi dambaannya,
Dia bilanag dia mencintainya karena Allah, Allah yang mana?
Apakah pria itu membandingkan wanita itu dengan Allahnya dan
Allahnya kalah?? Naudzu billah
Lalu apa?
Wanita itu senang, dia terkulai, dia terjatuh dan dia merindu dan merindu
Wanita yang tadinya sholehah,,,
Lalu aku mau tanya?
Apa benar pria itu menginginkan wanita Sholehah?
Yang jika awalnya wanita itu ada memang Sholehah maka rusaklah Sholehahnya karena jatuh dipelukan pria itu
Jika wanita itu kurang Sholehah maka bertambahlah buruknya
Sekarang? Apa benar pria itu menginginkan wanita Sholehah
Yang berkata akan menjadi Imam yang baik, tetapi
Diakah Imam atau Setan dari golongan manusia
Karena mampu mengubah wanita itu
Menjual agama dengan Syahwat
Akupun bisa khilaf, bisa lebih parah
tetapi aku ingin berkata seperti ini
Hanya Allahlah Pelindungku
Tetapi dia mendatanginya, menyentuhnya, memacarinya
Menggodanya, merayunya, memeluknya dan bahkan berdua-dua dengannya
Akhirnya wanita itu senang dan pria yang menginginkan wanita sholehah tadi juga senang
Senang karena nafsu, senang karena puas baik pria itu maupun wanita yang tadinya sholehah itu
Aku heran dengan pria yang menginginkan wanita sholehah
Tetapi dia berkata dia mencintai wanita itu melebihi segalanya bahkan Allah juga
Dia berkata dia merindukan wanita itu melebihi segalanya bahkan Allah juga
Dia berkata wanita itulah yang menjadi dambaannya,
Dia bilanag dia mencintainya karena Allah, Allah yang mana?
Apakah pria itu membandingkan wanita itu dengan Allahnya dan
Allahnya kalah?? Naudzu billah
Lalu apa?
Wanita itu senang, dia terkulai, dia terjatuh dan dia merindu dan merindu
Wanita yang tadinya sholehah,,,
Lalu aku mau tanya?
Apa benar pria itu menginginkan wanita Sholehah?
Yang jika awalnya wanita itu ada memang Sholehah maka rusaklah Sholehahnya karena jatuh dipelukan pria itu
Jika wanita itu kurang Sholehah maka bertambahlah buruknya
Sekarang? Apa benar pria itu menginginkan wanita Sholehah
Yang berkata akan menjadi Imam yang baik, tetapi
Diakah Imam atau Setan dari golongan manusia
Karena mampu mengubah wanita itu
Menjual agama dengan Syahwat
Akupun bisa khilaf, bisa lebih parah
tetapi aku ingin berkata seperti ini
Hanya Allahlah Pelindungku
ISLAM
Aku kuatir dengan suatu masa yang rodanya dapat menggilas keimanan
Keyakinan tinggal pemikiran, yang tak berbekas dalam perbuatan
Banyak orang baik tapi tidak berakal,
Ada orang berakal tapi tidak beriman.
Ada lidah fasih tapi berhati lalai,
Ada yang khusuk tapi sibuk dalan kesendirian.
Ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombongan iblis.
Ada ahli maksiat tapi bagai sufi,
Ada yang banyak tertawa tapi hatinya berkarat,
Ada yang banyak menangis tapi kufur nikmat,
Ada yang murah senyum tapi hatinya mengumpat,
Ada yang berhati tulus tapi wajahnya cemberut,
Ada yang berlisan bijak namun tak memberi teladan,
Ada pezina yang tampil menjadi figur,
Ada yang berilmu tapi tak faham,
Ada yang faham tapi tak menjalankan,
Ada yang pintar tapi membodohi,
Ada yang bodoh tak tau diri,
Ada yang beragama tapi tak berahlak,
Ada yang berahlak tapi tak bertuhan,
Lalu diantara semua itu dimanakah aku berada?
sendiri
di sela kesindirian
kutersadar diri akan segala dosa
semua yang tlah kulakukan
membuat diriku terjauh dari-Mu
namun kini kuyakini
cinta dan kasih-Mu tiada terganti
apa mungkin kudapati
hidayah darimu kuatkan imanku
Tuhan ampunilah daku
kuharapkan hidayah dari-Mu
saat ini hingga nanti
aku kembali kepada-Mu
kutersadar diri akan segala dosa
semua yang tlah kulakukan
membuat diriku terjauh dari-Mu
namun kini kuyakini
cinta dan kasih-Mu tiada terganti
apa mungkin kudapati
hidayah darimu kuatkan imanku
Tuhan ampunilah daku
kuharapkan hidayah dari-Mu
saat ini hingga nanti
aku kembali kepada-Mu
7 surga
Kumandang cinta bergema hingga ke hati
lafaz-lafaz asmara memanggil jiwa yang rapuh
rapuhnya aku Kau Maha Tahu
pagi siang malam dunia yang ku tuju
saat ku jatuh baru ku sadar kaulah segalanya
Tuhan ku angkat kedua tanganku
sudikah Engkau menerima cintaku
berdarah-darah akan ku tempuh
menggapai tarikat cinta-Mu
7 surgapun aku tak pantas
menerima diri yang bersimbah dosa
ku harap cinta dan ampunan-Mu
setinggi araz-Mu seluas semesta cinta
rapuhnya aku Kau Maha Tahu
pagi siang malam dunia yang ku tuju
saat ku jatuh baru ku sadar kaulah segalanya
Tuhan ku angkat kedua tanganku
sudikah Engkau menerima cintaku
berdarah-darah akan ku tempuh
menggapai tarikat cinta-Mu
7 surgapun aku tak pantas
menerima diri yang bersimbah dosa
ku harap cinta dan ampunan-Mu
setinggi araz-Mu seluas semesta cinta
Tuhan ku angkat kedua tanganku
sudikah Engkau menerima cintaku
berdarah-darah akan ku tempuh
menggapai tarikat cinta-Mu
7 surgapun aku tak pantas
menerima diri yang bersimbah dosa
ku harap cinta dan ampunan-Mu
setinggi araz-Mu seluas semesta cinta
lafaz-lafaz asmara memanggil jiwa yang rapuh
rapuhnya aku Kau Maha Tahu
pagi siang malam dunia yang ku tuju
saat ku jatuh baru ku sadar kaulah segalanya
Tuhan ku angkat kedua tanganku
sudikah Engkau menerima cintaku
berdarah-darah akan ku tempuh
menggapai tarikat cinta-Mu
7 surgapun aku tak pantas
menerima diri yang bersimbah dosa
ku harap cinta dan ampunan-Mu
setinggi araz-Mu seluas semesta cinta
rapuhnya aku Kau Maha Tahu
pagi siang malam dunia yang ku tuju
saat ku jatuh baru ku sadar kaulah segalanya
Tuhan ku angkat kedua tanganku
sudikah Engkau menerima cintaku
berdarah-darah akan ku tempuh
menggapai tarikat cinta-Mu
7 surgapun aku tak pantas
menerima diri yang bersimbah dosa
ku harap cinta dan ampunan-Mu
setinggi araz-Mu seluas semesta cinta
Tuhan ku angkat kedua tanganku
sudikah Engkau menerima cintaku
berdarah-darah akan ku tempuh
menggapai tarikat cinta-Mu
7 surgapun aku tak pantas
menerima diri yang bersimbah dosa
ku harap cinta dan ampunan-Mu
setinggi araz-Mu seluas semesta cinta
belum wisuda ituu sesuatu
Ingin
sedikit berbagi kisah, tentang diri yang tak seberapa ini (asiik
bahasanya..) tentang kuliah yang sekarang tak kunjung selesai.
Kalau
untuk ukuran mahasiswa di fakultas saya, belum tamat sampai sekarang
itu adalah "wajar" karena saya kuliah di Fakultas Teknik yang mayoritas
laki-laki dan biasanya hobinya berkutat sama angka-angka yang banyak.
Yah begitulah, belum wisuda di semester 9 itu hal yang amat biasa
apalagi untuk jurusan saya yang notabene paling cepat hengkang dr
jurusan itu yah semester 9, karena selain ada Program Pengalaman
Lapangan (PPL) di fakultas saya biasanya lebih spesial karena ada
Program Kerja Lapangan Industri (PKLI). Kenapa spesial? yah karena hanya
ada di fakultas saya yaitu TEKNIK. Sesuatuh ga?
Yah
biasanya mahasiswa di fakultas teknik khususnya jurusan Pendidikan
Teknik Bangunan (PTB) dimana tempat saya kuliah banyak terganjal di
PKLI, karena biasanya semakin lama kuliah semakin malas ke kampus dan
semakin malas mengerjakan ini itu. Selain PPL dan PKLI di semester 7
biasanya di semester 8 dibagi Sub Jurusan yang biasa kami sebut dengan
"konsentrasi" bayangkan di semester 8 yang harusnya mahasiswa di
fakultas lain udah bisa nyantai mikirin skripsi, saya dan teman-teman
yang lain di PTB masih harus mikirin ngerjain PKLI dan kuliah 12 SKS
hanya untuk kuliah "konsentrasi" belum lagi ditambah mata kuliah yang
ketinggalan atau ga lulus. Maklum aja di kampus saya tercinta yaitu
Universitas Negeri Medan (UNIMED) ga ada yang namanya Semester Pendek,
jadi kalau ga lulus mata kuliah yang satu yah harus lah ngulah di 1
tahun ke depan. Yah lumayan buat ribet kalau hanya untuk dipikirin tapi
ga dikerjain. hehehe
Balik lagi ke masalah wisuda, walau terbilang saya masih normal karena
baru semester 9 belum wisuda tapi tetap aja buat saya rada galau.
Gimana ga? Kebetulan saya aktif di salah satu organisasi intera kampus
yang bergerak di bidang Kerohanian Islam, namanya Unit Kegiatan
Mahasiswa Islam Ar-Rahman atau biasa disebut UKMI Ar-Rahman. Namanya aja
organiasasi, kita yang ada disitu pasti terdiri dari latar belakang
yang berbeda,fakultas yang berbeda, angkatan yang berbeda, tapi tetap
satu akidah dan sama-sama Mahasiswa. :D
Biasanya,
teman-teman dari fakultas yang lain itu lebih cepat kelarnya untuk
masalah kuliah-kuliah di kampus karena ga ada yang namanya PKLI sama
kuliah "Konsentrasi" jadi siap PPL bisa langung fokus sama si skripsweet. Yah
inilah penyebab utama kegalauan saya, teman-teman seangkatan di UKMI
biasanya udah duluan kelar masalah perkampusan. Bayangin aja nih yah
teman-teman saya yang di fakultas lain udah ngomongin judul skripsi atau
dosen pendamping skripsi (PS) saya masih PPL nun jauh di kota orang,
teman-teman saya udah ngomongin seminar proposal eh saya masih bolak
balik Medan-Tebing Tinggi-Medan untuk PKLI dan sampai sekarang laporan
PKLI saya juga belum rampung, dan bayangin aja yang paling miris,
teman-teman saya udah selesai sidang meja hijau dan udah ngomongi
jahit-menjahit kebaya, saya masih (baru) nemu judul skripsi yang belum
tentu juga diterima sama ketua prodi saya, karena belum saya ajuin.
Gimana ga miris coba??
Hmmpphh..
sejujurnya miris, karena jujur-jujur aja nih di semester 9 ini saya
masih ada 5 mata kuliah yang jumlahnya 12 SKS lagi, laporan PKLI yang
belum tersusun (dan niatnya saya mau ngulang PKLI saya), juga judul
skripsi yang baru saya buat malam ini, dan saya masih belum tau siapa
dosen PS saya, dan sangat berharap dosen PS saya itu orang yang baik
hati,rajin menabung,suka berolahraga,dan rajin sholat. hahah *ga
nyambung*
Well,
gimanapun sulitnya dan beratnya atau lebaynya apa yang saya buat di
blog saya yang tercinta ini saya masih bersyukur karena berarti saya
masih diberi kesempatan sama Allah untuk lebih lama merasakan jadi
mahasiswa (jadi berasa lebih lama mudanya ^_^ ) saya juga yakin mungkin
memang Allah udah nentuin kalau semester 9 bukan waktu yang tepat buat
saya wisuda, tapi saya masih optimis kok untuk wisuda di bulan April
2013 nanti. Saya tau itu berat tapi saya pasti bisa InsyaAllah, kalau
usaha saya lebih cepat satu langkah, atau mungkin dua langkah atau tiga
langkah aja deh, eh jangan sepuluh langkah aja deh dari teman-teman saya
dan doa yang ga pernah putus dan selalu tawakal kepadaNya insyaAllah
semua akan terwujud.
Yah
mungkin wisuda nanti akan menjadi hadiah yang walaupun ga indah-indah
banget, paling ga bisa menjadi "sesuatuh" yang buat kakak, abang saya
juga kakak ipar dan dua ponakan serta satu calon ponakan (karena masih
dalam perut maminya) bahagia karena akhirnya adik + ammanya yang bandel dan keras kepala ini wisuda juga. InsyaAllah..
Juga kedua orang tua saya yang sudah mendahului ke Rahmatullah
(mama dan papa) walau ga sempat melihat ketiga anaknya wisuda paling ga
ilmu yang saya dapat bisa jadi suatu amalan buat orang tua saya InsyaAllah. Aamiin..
Mungkin segini aja deh kisah-kisah kegalauan saya sekarang, InsyaAllah kalau ada kegalauan lainnya akan segera di share. Terimakasih sudah mau melihat keluh kesah saya. Jazakumullah Khair (^__^)
mengambil keputusan ituu.......
Ada banyak
pertimbangan kita di dalam mengambil sebuah keputusan, salah satunya
ketika kita tidak bisa membuat keputusan itu adalah karena memikirkan
kemashalatan orang banyak, tidak hanya diri sendiri.
Seperti sekarang ini, sebenarnya kalau boleh jujur saya sudah sangat yakin akan keputusan yang saya ambil tapi yah lagi-lagi setiap mengambil keputusan kita juga harus memikirkan orang di sekitar kita. Sekiranya keputusan itu kita ambil apakah pas ataukah cocok dengan orang-orang yang ada di sekitar kita.
Apakah mereka merasa nyaman ataukah tidak ada yang merasa tersakiti ketika kita mengambil keputsan itu.
Yaah.. lagi-lagi memang bukan persoalan yang mudah, khususnya saya sendiri. Sebenarnya saya adalah tipe orang yang sedikit individualistik tidak tau karena apa, tapi karena saya sering merasa "hidup sendiri". " "Hidup sendiri" bukan berarti saya tinggal seorang diri, tidak.. tapi mungkin jika saya lihat ke dalam diri saya, bukan bermaksud bercerita sedih atau minta dikasihani, tapi mungkin karena memang itulah penyebabnya. Saya sudah lama ditinggal kedua orang tua,saya saat itu ketika papa saya sudah duluan menghadapNya saat saya kelas tiga SD, lalu mama saya pergi juga menghadapNya saat saya kelas dua SMP, pada saat itu juga kakak saya yang tertua sedang kuliah di jogja dan abang saya memang tinggal dengan saya, waktu itu karena alasan kami masih "terlalu kecil" dan tidak ada yang mengurus sepeninggal mama saya, saya dan abang saya harus pindah ke rumah abangnya papa saya. Yah setelah itu abang saya juga pindah ke rumah abangnya papa saya yang satu lagi. Jadilah saya semakin merasa "hidup sendiri" walau sebenarnya di rumah abangnya papa saya itu rame orang.
Yah kembali lagi soal mengambil keputusan, sejujurnya biasanya dalam mengambil keputusan saya itu cenderung egois, karena merasa sendiri itu. Tapi sekarang sudah tidak bisa lagi, karena sudah setahun belakangan ini saya pindah rumah dan tinggal berdua dengan kakak saya. Mau tidak mau, suka tidak suka, mudah atau sulit saya harus sudah bisa mengambil keputusan yang tidak hanya untuk diri saya pribadi tapi juga untuk orang lain.
Ini juga efek positif dari keikutsertaan saya dalam sebuah keorganisasian yang bergerak dalam bidang kerohanian islam. Jujur awal-awal hingga mungkin hampir mencapai tahap akhir di keterlibatan saya dalam organisasi tersebut saya susah untuk menerima keputusan atau mengambil keputusan sesuai dengan yang disepakati jamaah. untuk saya itu begitu sulit dan terkadang berada diluar kemampuan daya pikir saya, tapi sekali lagi mau atau tidak mau, suka atau tidak suak, mudah satupun sulit saya harus sudah mulai belajar. Mulai belajar memikirkan perasaan orang lain, mulai berpikir jika saya ambil langkah ini apa dampaknya bagi orang lain. Tapi ini juga tidak selamanya benar, seperti cerita seorang ayah dan anak yang menaiki keledainya. Ketika si ayah yang menaiki keledainya dan si anak menuntun maka orang-orang yang berada disekitar mereka berkata "dasar ayah yang jahat, masa' anaknya dibiarkan menuntun keledai sementara si ayah enak-enakan menaiki keledainya". Atau ketika si anak yang menaiki keledai dan si ayah yang menuntunnya maka orang-orang disekitar mereka berkata yang lain lagi "dasar anak durhaka, mengapa ayahnya yang sudah tua dibiarkan menuntun keledai sementara ia yang masih muda dan kuat enak-enakan duduk di atas keledai" atau ketika mereka mengambil keputusan untuk menaiki keledai itu berdua maka tanggapan orang disekitar mereka juga berbeda "dasar ayah dan anak yang jahat, tega-teganya menyiksa bintang dengan menaikinya berdua, apa mereka kira keledai itu tidak bisa mati."
Yah itulah ketikapun kita mengambil keputusan dan terus-terusan mendengarkan kata orang lain, maka juga begitu hasilnya, tidak ada keputusan kita yang benar.
Sekali waktu saya pernah bertanya dengan seorang sahabat saya yang seorang lelaki, ketika itu kami sedang ngobrol-ngobrol lewat sms, saya bertanya padanya tentang mengambil keputusan dan kemashalatan orang banyak, maka dijawabnya dengan jawaban yang saya bilang simpel tapi mengena, kurang lebih kata beliau "jikalau itu tidang melanggar syariah agama, yah ambil saja keputusan itu, kalau terus-terusan mikirin orang lain maka anti akan seperti cerita ayah,anak dan keledainya".
Sesungguhnya saya merasa yang dikatakan beliau itu adalah benar, tapi masalahnya sekarang saya sudah memilih untuk tinggal dan bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar saya, dan berarti saya sudah jadi bagian dari mereka.
Dan saat ini sebenarnya saya juga ingin mengambil sebuah keputusan atau lebih teapatnya sebuah usaha yang harus dengan sebuah keputusan, saya tau jika dipandang dari sudut pandang agama adalah amat baik, tapi saya tidak tau jika dipandang oleh orang-orang disekitar saya.
Maka saat ini ketika saya mengambil keputusan tetapi tidak memikirkan kemashalatan orang banyak maka sungguh terkadang saya tidak siap mebayangkan apa yang akan terjadi ke depannya.
Sungguh diri ini amat lemah dan butuh banyak penguatan.
Wallahu'alam Bishawab
Para sahabat lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu dan ajaran yang engkau bawa. Adakah engkau masih mengkhawatirkan kami?" "Ya", jawab beliau, "sesungguhnya, hati itu diantara dua jari-jemari Allah. Dia membolak-balikannya dengan sekehendak-Nya."
Seperti sekarang ini, sebenarnya kalau boleh jujur saya sudah sangat yakin akan keputusan yang saya ambil tapi yah lagi-lagi setiap mengambil keputusan kita juga harus memikirkan orang di sekitar kita. Sekiranya keputusan itu kita ambil apakah pas ataukah cocok dengan orang-orang yang ada di sekitar kita.
Apakah mereka merasa nyaman ataukah tidak ada yang merasa tersakiti ketika kita mengambil keputsan itu.
Yaah.. lagi-lagi memang bukan persoalan yang mudah, khususnya saya sendiri. Sebenarnya saya adalah tipe orang yang sedikit individualistik tidak tau karena apa, tapi karena saya sering merasa "hidup sendiri". " "Hidup sendiri" bukan berarti saya tinggal seorang diri, tidak.. tapi mungkin jika saya lihat ke dalam diri saya, bukan bermaksud bercerita sedih atau minta dikasihani, tapi mungkin karena memang itulah penyebabnya. Saya sudah lama ditinggal kedua orang tua,saya saat itu ketika papa saya sudah duluan menghadapNya saat saya kelas tiga SD, lalu mama saya pergi juga menghadapNya saat saya kelas dua SMP, pada saat itu juga kakak saya yang tertua sedang kuliah di jogja dan abang saya memang tinggal dengan saya, waktu itu karena alasan kami masih "terlalu kecil" dan tidak ada yang mengurus sepeninggal mama saya, saya dan abang saya harus pindah ke rumah abangnya papa saya. Yah setelah itu abang saya juga pindah ke rumah abangnya papa saya yang satu lagi. Jadilah saya semakin merasa "hidup sendiri" walau sebenarnya di rumah abangnya papa saya itu rame orang.
Yah kembali lagi soal mengambil keputusan, sejujurnya biasanya dalam mengambil keputusan saya itu cenderung egois, karena merasa sendiri itu. Tapi sekarang sudah tidak bisa lagi, karena sudah setahun belakangan ini saya pindah rumah dan tinggal berdua dengan kakak saya. Mau tidak mau, suka tidak suka, mudah atau sulit saya harus sudah bisa mengambil keputusan yang tidak hanya untuk diri saya pribadi tapi juga untuk orang lain.
Ini juga efek positif dari keikutsertaan saya dalam sebuah keorganisasian yang bergerak dalam bidang kerohanian islam. Jujur awal-awal hingga mungkin hampir mencapai tahap akhir di keterlibatan saya dalam organisasi tersebut saya susah untuk menerima keputusan atau mengambil keputusan sesuai dengan yang disepakati jamaah. untuk saya itu begitu sulit dan terkadang berada diluar kemampuan daya pikir saya, tapi sekali lagi mau atau tidak mau, suka atau tidak suak, mudah satupun sulit saya harus sudah mulai belajar. Mulai belajar memikirkan perasaan orang lain, mulai berpikir jika saya ambil langkah ini apa dampaknya bagi orang lain. Tapi ini juga tidak selamanya benar, seperti cerita seorang ayah dan anak yang menaiki keledainya. Ketika si ayah yang menaiki keledainya dan si anak menuntun maka orang-orang yang berada disekitar mereka berkata "dasar ayah yang jahat, masa' anaknya dibiarkan menuntun keledai sementara si ayah enak-enakan menaiki keledainya". Atau ketika si anak yang menaiki keledai dan si ayah yang menuntunnya maka orang-orang disekitar mereka berkata yang lain lagi "dasar anak durhaka, mengapa ayahnya yang sudah tua dibiarkan menuntun keledai sementara ia yang masih muda dan kuat enak-enakan duduk di atas keledai" atau ketika mereka mengambil keputusan untuk menaiki keledai itu berdua maka tanggapan orang disekitar mereka juga berbeda "dasar ayah dan anak yang jahat, tega-teganya menyiksa bintang dengan menaikinya berdua, apa mereka kira keledai itu tidak bisa mati."
Yah itulah ketikapun kita mengambil keputusan dan terus-terusan mendengarkan kata orang lain, maka juga begitu hasilnya, tidak ada keputusan kita yang benar.
Sekali waktu saya pernah bertanya dengan seorang sahabat saya yang seorang lelaki, ketika itu kami sedang ngobrol-ngobrol lewat sms, saya bertanya padanya tentang mengambil keputusan dan kemashalatan orang banyak, maka dijawabnya dengan jawaban yang saya bilang simpel tapi mengena, kurang lebih kata beliau "jikalau itu tidang melanggar syariah agama, yah ambil saja keputusan itu, kalau terus-terusan mikirin orang lain maka anti akan seperti cerita ayah,anak dan keledainya".
Sesungguhnya saya merasa yang dikatakan beliau itu adalah benar, tapi masalahnya sekarang saya sudah memilih untuk tinggal dan bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar saya, dan berarti saya sudah jadi bagian dari mereka.
Dan saat ini sebenarnya saya juga ingin mengambil sebuah keputusan atau lebih teapatnya sebuah usaha yang harus dengan sebuah keputusan, saya tau jika dipandang dari sudut pandang agama adalah amat baik, tapi saya tidak tau jika dipandang oleh orang-orang disekitar saya.
Maka saat ini ketika saya mengambil keputusan tetapi tidak memikirkan kemashalatan orang banyak maka sungguh terkadang saya tidak siap mebayangkan apa yang akan terjadi ke depannya.
Sungguh diri ini amat lemah dan butuh banyak penguatan.
Wallahu'alam Bishawab
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam sering mengucapkan
"Yaa muqallibal quluubi wal abshaari, tsabbit qalbii 'alaa dinik."
("Wahai dzat yang membolak-balikkan perasaan dan mata hati, teguhkanlah hatiku dalam agamaMu.")
Para sahabat lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu dan ajaran yang engkau bawa. Adakah engkau masih mengkhawatirkan kami?" "Ya", jawab beliau, "sesungguhnya, hati itu diantara dua jari-jemari Allah. Dia membolak-balikannya dengan sekehendak-Nya."
Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syuro
Oleh : Ustadz Anis Matta
RASANYA PERBINCANGAN kita tentang syuro tidak akan lengkap tanpa
membahas masalah yang satu ini. Apa yang harus kita lakukan seandainya
tidak menyetujui hasil syuro? Bagaimana "mengelola" ketidaksetujuan itu?
Kenyataan seperti ini akan kita temukan dalam perjalanan dakwah dan pergerakan kita. Dan itu lumrah saja. Karena, merupakan implikasi dari fakta yang lebih besar, yaitu adanya perbedaan pendapat yang menjadi ciri kehidupan majemuk.
Kita semua hadir dan berpartisipasi dalam dakwah ini dengan latar belakang sosial dan keluarga yang berbeda, tingkat pengetahuan yang berbeda, tingkat kematangan tarbawi yang berbeda. Walaupun proses tarbawi berusaha menyamakan cara berpikir kita sebagai dai dengan meletakkan manhaj dakwah yang jelas, namun dinamika personal, organisasi, dan lingkungan strategis dakwah tetap saja akan menyisakan celah bagi semua kemungkinan perbedaan.
Di sinilah kita memperoleh "pengalaman keikhlasan" yang baru. Tunduk dan patuh pada sesuatu yang tidak kita setujui. Dan, taat dalam keadaan terpaksa bukanlah pekerjaan mudah. Itulah cobaan keikhlasan yang paling berat di sepanjang jalan dakwah dan dalam keseluruhan pengalaman spiritual kita sebagai dai. Banyak yang berguguran dari jalan dakwah, salah satunya karena mereka gagal mengelola ketidaksetujuannya terhadap hasil syuro.
Jadi, apa yang harus kita lakukan seandainya suatu saat kita menjalani "pengalaman keikhlasan" seperti itu?
Pertama, marilah kita bertanya kembali kepada diri kita, apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu "upaya ilmiah" seperti kajian perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan yang kuat untuk mempertahankannya? Kita harus membedakan secara ketat antara pendapat yang lahir dari proses ilmiah yang sistematis dengan pendapat yang sebenarnya merupakan sekedar "lintasan pikiran" yang muncul dalam benak kita selama rapat berlangsung.
Seadainya pendapat kita hanya sekedar lintasan pikiran, sebaiknya hindari untuk berpendapat atau hanya untuk sekedar berbicara dalam syuro. Itu kebiasaan yang buruk dalam syuro. Namun, ngotot atas dasar lintasan pikiran adalah kebiasaan yang jauh lebih buruk. Alangkah menyedihkannya menyaksikan para duat yang ngotot mempertahankan pendapatnya tanpa landasan ilmiah yang kokoh.
Tapi, seandainya pendapat kita terbangun melalui proses ilmiah yang intens dan sistematis, mari kita belajar tawadhu. Karena, kaidah yang diwariskan para ulama kepada kita mengatakan, "Pendapat kita memang benar, tapi mungkin salah. Dan pendapat mereka memang salah, tapi mungkin benar."
Kedua, marilah kita bertanya secara jujur kepada diri kita sendiri, apakah pendapat yang kita bela itu merupakan "kebenaran objektif" atau sebenarnya ada "obsesi jiwa" tertentu di dalam diri kita, yang kita sadari atau tidak kita sadari, mendorong kita untuk "ngotot"? Misalnya, ketika kita merasakan perbedaan pendapat sebagai suatu persaingan. Sehingga, ketika pendapat kita ditolak, kita merasakannya sebagai kekalahan. Jadi, yang kita bela adalah "obsesi jiwa" kita. Bukan kebenaran objektif, walaupun —karena faktor setan— kita mengatakannya demikian.
Bila yang kita bela memang obsesi jiwa, kita harus segera berhenti memenangkan gengsi dan hawa nafsu. Segera bertaubat kepada Allah swt. Sebab, itu adalah jebakan setan yang boleh jadi akan mengantar kita kepada pembangkangan dan kemaksiatan. Tapi, seandainya yang kita bela adalah kebenaran objektif dan yakin bahwa kita terbebas dari segala bentuk obsesi jiwa semacam itu, kita harus yakin, syuro pun membela hal yang sama. Sebab, berlaku sabda Rasulullah saw., "Umatku tidak akan pernah bersepakat atas suatu kesesatan." Dengan begitu kita menjadi lega dan tidak perlu ngotot mempertahankan pendapat pribadi kita.
Ketiga, seandainya kita tetap percaya bahwa pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang kemudian menjadi keputusan syuro lebih lemah atau bahkan pilihan yang salah, hendaklah kita percaya mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaff jamaah dakwah jauh lebih utama dan lebih penting dari pada sekadar memenangkan sebuah pendapat yang boleh jadi memang lebih benar.
Karena, berkah dan pertolongan hanya turun kepada jamaah yang bersatu padu dan utuh. Kesatuan dan keutuhan shaff jamaah bahkan jauh lebih penting dari kemenangan yang kita raih dalam peperangan. Jadi, seandainya kita kalah perang tapi tetap bersatu, itu jauh lebih baik daripada kita menang tapi kemudian bercerai berai. Persaudaraan adalah karunia Allah yang tidak tertandingi setelah iman kepada-Nya.
Seadainya kemudian pilihan syuro itu memang terbukti salah, dengan kesatuan dan keutuhan shaff dakwah, Allah swt. dengan mudah akan mengurangi dampak negatif dari kesalahan itu. Baik dengan mengurangi tingkat resikonya atau menciptakan kesadaran kolektif yang baru yang mungkin tidak akan pernah tercapai tanpa pengalaman salah seperti itu. Bisa juga berupa mengubah jalan peristiwa kehidupan sehingga muncul situasi baru yang memungkinkan pilihan syuro itu ditinggalkan dengan cara yang logis, tepat waktu, dan tanpa resiko. Itulah hikmah Allah swt. sekaligus merupakan satu dari sekian banyak rahasia ilmu-Nya.
Dengan begitu, hati kita menjadi lapang menerima pilihan syuro karena hikmah tertentu yang mungkin hanya akan muncul setelah berlalunya waktu. Dan, alangkah tepatnya sang waktu mengajarkan kita panorama hikmah Ilahi di sepanjang pengalaman dakwah kita.
Keempat, sesungguhnya dalam ketidaksetujuan itu kita belajar tentang begitu banyak makna imaniyah: tentang makna keikhlasan yang tidak terbatas, tentang makna tajarrud dari semua hawa nafsu, tentang makna ukhuwwah dan persatuan, tentang makna tawadhu dan kerendahan hati, tentang cara menempatkan diri yang tepat dalam kehidupan berjamaah, tentang cara kita memandang diri kita dan orang lain secara tepat, tentang makna tradisi ilmiah yang kokoh dan kelapangan dada yang tidak terbatas, tentang makna keterbatasan ilmu kita di hadapan ilmu Allah swt yang tidak terbatas, tentang makna tsiqoh (kepercayaan) kepada jamaah.
Jangan pernah merasa lebih besar dari jamaah atau merasa lebih cerdas dari kebanyakan orang. Tapi, kita harus memperkokoh tradisi ilmiah kita. Memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam. Dan pada waktu yang sama, memperkuat daya tampung hati kita terhadap beban perbedaan, memperkokoh kelapangan dada kita, dan kerendahan hati terhadap begitu banyak ilmu dan rahasia serta hikmah Allah swt. yang mungkin belum tampak di depan kita atau tersembunyi di hari-hari yang akan datang.
*diambil dari buku Anis Matta: 'Menikmati Demokrasi' (cetakan 1, Juli 2002)
"Taat dalam keadaan terpaksa bukanlah pekerjaan mudah. Itulah cobaan keikhlasan yang paling berat di sepanjang jalan dakwah dan dalam keseluruhan pengalaman spiritual kita sebagai dai. "
Kenyataan seperti ini akan kita temukan dalam perjalanan dakwah dan pergerakan kita. Dan itu lumrah saja. Karena, merupakan implikasi dari fakta yang lebih besar, yaitu adanya perbedaan pendapat yang menjadi ciri kehidupan majemuk.
Kita semua hadir dan berpartisipasi dalam dakwah ini dengan latar belakang sosial dan keluarga yang berbeda, tingkat pengetahuan yang berbeda, tingkat kematangan tarbawi yang berbeda. Walaupun proses tarbawi berusaha menyamakan cara berpikir kita sebagai dai dengan meletakkan manhaj dakwah yang jelas, namun dinamika personal, organisasi, dan lingkungan strategis dakwah tetap saja akan menyisakan celah bagi semua kemungkinan perbedaan.
Di sinilah kita memperoleh "pengalaman keikhlasan" yang baru. Tunduk dan patuh pada sesuatu yang tidak kita setujui. Dan, taat dalam keadaan terpaksa bukanlah pekerjaan mudah. Itulah cobaan keikhlasan yang paling berat di sepanjang jalan dakwah dan dalam keseluruhan pengalaman spiritual kita sebagai dai. Banyak yang berguguran dari jalan dakwah, salah satunya karena mereka gagal mengelola ketidaksetujuannya terhadap hasil syuro.
Jadi, apa yang harus kita lakukan seandainya suatu saat kita menjalani "pengalaman keikhlasan" seperti itu?
Pertama, marilah kita bertanya kembali kepada diri kita, apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu "upaya ilmiah" seperti kajian perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan yang kuat untuk mempertahankannya? Kita harus membedakan secara ketat antara pendapat yang lahir dari proses ilmiah yang sistematis dengan pendapat yang sebenarnya merupakan sekedar "lintasan pikiran" yang muncul dalam benak kita selama rapat berlangsung.
Seadainya pendapat kita hanya sekedar lintasan pikiran, sebaiknya hindari untuk berpendapat atau hanya untuk sekedar berbicara dalam syuro. Itu kebiasaan yang buruk dalam syuro. Namun, ngotot atas dasar lintasan pikiran adalah kebiasaan yang jauh lebih buruk. Alangkah menyedihkannya menyaksikan para duat yang ngotot mempertahankan pendapatnya tanpa landasan ilmiah yang kokoh.
Tapi, seandainya pendapat kita terbangun melalui proses ilmiah yang intens dan sistematis, mari kita belajar tawadhu. Karena, kaidah yang diwariskan para ulama kepada kita mengatakan, "Pendapat kita memang benar, tapi mungkin salah. Dan pendapat mereka memang salah, tapi mungkin benar."
Kedua, marilah kita bertanya secara jujur kepada diri kita sendiri, apakah pendapat yang kita bela itu merupakan "kebenaran objektif" atau sebenarnya ada "obsesi jiwa" tertentu di dalam diri kita, yang kita sadari atau tidak kita sadari, mendorong kita untuk "ngotot"? Misalnya, ketika kita merasakan perbedaan pendapat sebagai suatu persaingan. Sehingga, ketika pendapat kita ditolak, kita merasakannya sebagai kekalahan. Jadi, yang kita bela adalah "obsesi jiwa" kita. Bukan kebenaran objektif, walaupun —karena faktor setan— kita mengatakannya demikian.
Bila yang kita bela memang obsesi jiwa, kita harus segera berhenti memenangkan gengsi dan hawa nafsu. Segera bertaubat kepada Allah swt. Sebab, itu adalah jebakan setan yang boleh jadi akan mengantar kita kepada pembangkangan dan kemaksiatan. Tapi, seandainya yang kita bela adalah kebenaran objektif dan yakin bahwa kita terbebas dari segala bentuk obsesi jiwa semacam itu, kita harus yakin, syuro pun membela hal yang sama. Sebab, berlaku sabda Rasulullah saw., "Umatku tidak akan pernah bersepakat atas suatu kesesatan." Dengan begitu kita menjadi lega dan tidak perlu ngotot mempertahankan pendapat pribadi kita.
Ketiga, seandainya kita tetap percaya bahwa pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang kemudian menjadi keputusan syuro lebih lemah atau bahkan pilihan yang salah, hendaklah kita percaya mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaff jamaah dakwah jauh lebih utama dan lebih penting dari pada sekadar memenangkan sebuah pendapat yang boleh jadi memang lebih benar.
Karena, berkah dan pertolongan hanya turun kepada jamaah yang bersatu padu dan utuh. Kesatuan dan keutuhan shaff jamaah bahkan jauh lebih penting dari kemenangan yang kita raih dalam peperangan. Jadi, seandainya kita kalah perang tapi tetap bersatu, itu jauh lebih baik daripada kita menang tapi kemudian bercerai berai. Persaudaraan adalah karunia Allah yang tidak tertandingi setelah iman kepada-Nya.
Seadainya kemudian pilihan syuro itu memang terbukti salah, dengan kesatuan dan keutuhan shaff dakwah, Allah swt. dengan mudah akan mengurangi dampak negatif dari kesalahan itu. Baik dengan mengurangi tingkat resikonya atau menciptakan kesadaran kolektif yang baru yang mungkin tidak akan pernah tercapai tanpa pengalaman salah seperti itu. Bisa juga berupa mengubah jalan peristiwa kehidupan sehingga muncul situasi baru yang memungkinkan pilihan syuro itu ditinggalkan dengan cara yang logis, tepat waktu, dan tanpa resiko. Itulah hikmah Allah swt. sekaligus merupakan satu dari sekian banyak rahasia ilmu-Nya.
Dengan begitu, hati kita menjadi lapang menerima pilihan syuro karena hikmah tertentu yang mungkin hanya akan muncul setelah berlalunya waktu. Dan, alangkah tepatnya sang waktu mengajarkan kita panorama hikmah Ilahi di sepanjang pengalaman dakwah kita.
Keempat, sesungguhnya dalam ketidaksetujuan itu kita belajar tentang begitu banyak makna imaniyah: tentang makna keikhlasan yang tidak terbatas, tentang makna tajarrud dari semua hawa nafsu, tentang makna ukhuwwah dan persatuan, tentang makna tawadhu dan kerendahan hati, tentang cara menempatkan diri yang tepat dalam kehidupan berjamaah, tentang cara kita memandang diri kita dan orang lain secara tepat, tentang makna tradisi ilmiah yang kokoh dan kelapangan dada yang tidak terbatas, tentang makna keterbatasan ilmu kita di hadapan ilmu Allah swt yang tidak terbatas, tentang makna tsiqoh (kepercayaan) kepada jamaah.
Jangan pernah merasa lebih besar dari jamaah atau merasa lebih cerdas dari kebanyakan orang. Tapi, kita harus memperkokoh tradisi ilmiah kita. Memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam. Dan pada waktu yang sama, memperkuat daya tampung hati kita terhadap beban perbedaan, memperkokoh kelapangan dada kita, dan kerendahan hati terhadap begitu banyak ilmu dan rahasia serta hikmah Allah swt. yang mungkin belum tampak di depan kita atau tersembunyi di hari-hari yang akan datang.
Perbedaan adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berjamaah. Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan itu dengan cara yang benar akan kehilangan banyak sumber kekayaan. Dalam ketidaksetujuan itu sebuah rahasia kepribadian akan tampak ke permukaan: apakah kita matang secara tarbawi atau tidak. *
Langganan:
Poskan Komentar (Atom)
Belajar Ketulusan dari Ukasyah Ibnu Muhsin Radhiallahu'anhu
Madinah muram. Di
setiap sudut rumah wajah-wajah tertunduk terpekur menatap tanah. Tak ada
senyuman yang mengembang, atau senandung cinta yang dilantunkan para ibunda
untuk membuai buah hatinya. Sebutir hari terus bergulir, namun semua tetap
sama, kelabu.
Ujung waktu selalu saja hening, padahal biasanya kegembiraan mewarnai keseharian mereka. Padahal semangat selalu saja menjelma.
Namun kali ini, semuanya luruh. Tatapan-tatapan kosong, desah nafas berat yang terhembus bahkan titik-titik bening air mata keluar begitu mudah. Sahara menetaskan kesenyapan, lembah-lembah mengalunkan untaian keheningan. Kabar sakitnya manusia yang dicinta, itulah muasalnya.
Setelah peristiwa Haji Wada' kesehatan nabi Muhammad Saw memang menurun. Islam telah sempurna, tak akan ada lagi wahyu yang turun. Semula, kaum muslimin bergembira dengan hal ini. Hingga Abu Bakar mendesirkan angin kematian Rasulullah. Sahabat terdekat ini menyatakan bahwa kepergian kekasih Allah akan segera tiba dan saat itu adalah saat-saat perpisahan dengan purnama Madinah telah menjelang. Selanjutnya bayang-bayang akan kepergian sosok yang selalu dirindu sepanjang masa terus saja membayang, menjelma tirai penghalang dari banyak kegembiraan.
Ujung waktu selalu saja hening, padahal biasanya kegembiraan mewarnai keseharian mereka. Padahal semangat selalu saja menjelma.
Namun kali ini, semuanya luruh. Tatapan-tatapan kosong, desah nafas berat yang terhembus bahkan titik-titik bening air mata keluar begitu mudah. Sahara menetaskan kesenyapan, lembah-lembah mengalunkan untaian keheningan. Kabar sakitnya manusia yang dicinta, itulah muasalnya.
Setelah peristiwa Haji Wada' kesehatan nabi Muhammad Saw memang menurun. Islam telah sempurna, tak akan ada lagi wahyu yang turun. Semula, kaum muslimin bergembira dengan hal ini. Hingga Abu Bakar mendesirkan angin kematian Rasulullah. Sahabat terdekat ini menyatakan bahwa kepergian kekasih Allah akan segera tiba dan saat itu adalah saat-saat perpisahan dengan purnama Madinah telah menjelang. Selanjutnya bayang-bayang akan kepergian sosok yang selalu dirindu sepanjang masa terus saja membayang, menjelma tirai penghalang dari banyak kegembiraan.
Dan masa pun berselang, masjid penuh sesak, kaum
Muhajirin beserta Anshar. Semua berkumpul setelah Bilal memanggil mereka dengan
suara adzan. Ada sosok cinta di sana, kekasih yang baru saja sembuh, yang
membuat semua sahabat tak melewatkan kesempatan ini. Setelah mengimami shalat,
nabi berdiri dengan anggun di atas mimbar. Suaranya basah, menyenandungkan puji
dan kesyukuran kepada Allah yang Maha Pengasih. Senyap segera saja datang,
mulut para sahabat tertutup rapat, semua menajamkan pendengaran menuntaskan
kerinduan pada suara sang Nabi yang baru berada lagi. Semua menyiapkan hati,
untuk disentuh serangkai hikmah. Selanjutnya Nabi bertanya.
"Duhai sahabat, kalian tahu umurku tak akan lagi panjang, Siapakah diantara kalian yang pernah merasa teraniaya oleh si lemah ini, bangkitlah sekarang untuk mengambil kisas, jangan kau tunggu hingga kiamat menjelang, karena sekarang itu lebih baik".
Semua yang hadir terdiam, semua mata menatap lekat Nabi yang terlihat lemah. Tak akan pernah ada dalam benak mereka perilaku Nabi yang terlihat janggal. Apapun yang dilakukan Nabi, selalu saja indah. Segala hal yang diperintahkannya, selalu membuihkan bening sari pati cinta. Tak akan rela sampai kapanpun, ada yang menyentuhnya meski hanya secuil jari kaki. Apapun akan digadaikan untuk membela Al-Musthafa.
Melihat semua yang terdiam, nabi mengulangi lagi ucapannya yang kedua kalinya, dan kali ini suaranya terdengar lebih keras. Masih saja terlihat para sahabat duduk tenang. Hingga ucapan yang ketiga kali, seorang laki-laki berdiri menuju Nabi. Dialah 'Ukasyah Ibnu Muhsin.
"Ya Rasul Allah, Dulu aku pernah bersamamu di perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan, dan aku pun menghampirimu agar dapat menciummu, duhai kekasih Allah, Saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung samping ku"
"Duhai sahabat, kalian tahu umurku tak akan lagi panjang, Siapakah diantara kalian yang pernah merasa teraniaya oleh si lemah ini, bangkitlah sekarang untuk mengambil kisas, jangan kau tunggu hingga kiamat menjelang, karena sekarang itu lebih baik".
Semua yang hadir terdiam, semua mata menatap lekat Nabi yang terlihat lemah. Tak akan pernah ada dalam benak mereka perilaku Nabi yang terlihat janggal. Apapun yang dilakukan Nabi, selalu saja indah. Segala hal yang diperintahkannya, selalu membuihkan bening sari pati cinta. Tak akan rela sampai kapanpun, ada yang menyentuhnya meski hanya secuil jari kaki. Apapun akan digadaikan untuk membela Al-Musthafa.
Melihat semua yang terdiam, nabi mengulangi lagi ucapannya yang kedua kalinya, dan kali ini suaranya terdengar lebih keras. Masih saja terlihat para sahabat duduk tenang. Hingga ucapan yang ketiga kali, seorang laki-laki berdiri menuju Nabi. Dialah 'Ukasyah Ibnu Muhsin.
"Ya Rasul Allah, Dulu aku pernah bersamamu di perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan, dan aku pun menghampirimu agar dapat menciummu, duhai kekasih Allah, Saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung samping ku"
ucap 'Ukasyah.
Mendengar ini Nabi
pun menyuruh Bilal mengambil cambuk di rumah putri kesayangannya, Fatimah.
Tampak keengganan menggelayuti Bilal, langkahnya terayun begitu berat, ingin
sekali ia menolak perintah tersebut. Ia tidak ingin, cambuk yang dibawanya
melecut tubuh kekasih yang baru saja sembuh. Namun ia juga tidak mau
mengecewakan Rasulullah. Segera setelah sampai, cambuk diserahkannya kepada
Rasul mulia. Dengan cepat cambuk berpindah ke tangan 'Ukasyah. Masjid seketika
mendengung seperti sarang lebah.
Sekonyong-konyong melompatlah dua sosok dari barisan terdepan, melesat maju. Yang pertama berwajah sendu, janggutnya basah oleh air mata yang menderas sejak dari tadi, dia lah Abu Bakar. Dan yang kedua, sosok pemberani, yang ditakuti para musuhnya di medan pertempuran, Nabi menyapanya sebagai Umar Ibn Khattab. Gemetar mereka berkata:
"Hai 'Ukasyah, pukullah kami berdua, sesuka yang kau dera. Pilihlah bagian manapun yang paling kau ingin, kisaslah kami, jangan sekali-kali engkau pukul Rasul"
"Duduklah kalian sahabatku, Allah telah mengetahui kedudukan kalian", Nabi memberi perintah secara tegas. Ke dua sahabat itu lemah sangsai, langkahnya surut menuju tempat semula. Mereka pandangi sosok 'Ukasyah dengan pandangan memohon. 'Ukasyah tidak bergeming.
Melihat Umar dan Abu Bakar duduk kembali, Ali bin Abi thalib tak tinggal diam. Berdirilah ia di depan 'Ukasyah dengan berani.
"Hai hamba Allah, inilah aku yang masih hidup siap menggantikan kisas Rasul, inilah punggungku, ayunkan tanganmu sebanyak apapun, deralah aku"
"Allah Swt sesungguhnya tahu kedudukan dan niat mu duhai Ali, duduklah kembali" Tukas kekasih yang baru saja sembuh itu.
"Hai 'Ukasyah, engkau tahu, aku ini kakak-beradik, kami adalah cucu Rasulullah, kami darah dagingnya, bukankah ketika engkau mencambuk kami, itu artinya mengkisas Rasul juga", kini yang tampil di depan Ukasyah adalah Hasan dan Husain. Tetapi sama seperti sebelumnya Rasul menegur mereka. "Duhai penyejuk mata, aku tahu kecintaan kalian kepadaku. Duduklah".
Masjid kembali ditelan senyap. Banyak jantung yang berdegup kian cepat. Tak terhitung yang menahan nafas. 'Ukasyah tetap tegap menghadap Nabi. Kini tak ada lagi yang berdiri ingin menghalangi 'Ukasyah mengambil kisas. "Wahai 'Ukasyah, jika kau tetap berhasrat mengambil kisas, inilah Ragaku," Nabi selangkah maju mendekatinya.
Sekonyong-konyong melompatlah dua sosok dari barisan terdepan, melesat maju. Yang pertama berwajah sendu, janggutnya basah oleh air mata yang menderas sejak dari tadi, dia lah Abu Bakar. Dan yang kedua, sosok pemberani, yang ditakuti para musuhnya di medan pertempuran, Nabi menyapanya sebagai Umar Ibn Khattab. Gemetar mereka berkata:
"Hai 'Ukasyah, pukullah kami berdua, sesuka yang kau dera. Pilihlah bagian manapun yang paling kau ingin, kisaslah kami, jangan sekali-kali engkau pukul Rasul"
"Duduklah kalian sahabatku, Allah telah mengetahui kedudukan kalian", Nabi memberi perintah secara tegas. Ke dua sahabat itu lemah sangsai, langkahnya surut menuju tempat semula. Mereka pandangi sosok 'Ukasyah dengan pandangan memohon. 'Ukasyah tidak bergeming.
Melihat Umar dan Abu Bakar duduk kembali, Ali bin Abi thalib tak tinggal diam. Berdirilah ia di depan 'Ukasyah dengan berani.
"Hai hamba Allah, inilah aku yang masih hidup siap menggantikan kisas Rasul, inilah punggungku, ayunkan tanganmu sebanyak apapun, deralah aku"
"Allah Swt sesungguhnya tahu kedudukan dan niat mu duhai Ali, duduklah kembali" Tukas kekasih yang baru saja sembuh itu.
"Hai 'Ukasyah, engkau tahu, aku ini kakak-beradik, kami adalah cucu Rasulullah, kami darah dagingnya, bukankah ketika engkau mencambuk kami, itu artinya mengkisas Rasul juga", kini yang tampil di depan Ukasyah adalah Hasan dan Husain. Tetapi sama seperti sebelumnya Rasul menegur mereka. "Duhai penyejuk mata, aku tahu kecintaan kalian kepadaku. Duduklah".
Masjid kembali ditelan senyap. Banyak jantung yang berdegup kian cepat. Tak terhitung yang menahan nafas. 'Ukasyah tetap tegap menghadap Nabi. Kini tak ada lagi yang berdiri ingin menghalangi 'Ukasyah mengambil kisas. "Wahai 'Ukasyah, jika kau tetap berhasrat mengambil kisas, inilah Ragaku," Nabi selangkah maju mendekatinya.
"Ya Rasulullah, saat
Engkau mencambukku, tak ada sehelai kainpun yang menghalangi lecutan cambuk
itu". Tanpa berbicara, Nabi langsung melepaskan pakaian gamisnya yang
telah memudar. Dan tersingkaplah tubuh suci Rasulullah. Seketika pekik takbir
menggema, semua yang hadir menangis pedih.
Melihat tegap badan manusia yang di maksum itu, 'Ukasyah langsung menanggalkan cambuk dan berhambur ke tubuh Nabi. Sepenuh cinta direngkuhnya Nabi, sepuas keinginannya ia ciumi punggung Nabi begitu mesra. Gumpalan kerinduan yang mengkristal kepada beliau, dia tumpahkan saat itu. 'Ukasyah menangis gembira, 'Ukasyah bertasbih memuji Allah, 'Ukasyah berteriak haru, gemetar bibirnya berucap sendu, "Tebusanmu, jiwaku ya Rasul Allah, siapakah yang sampai hati mengkisas manusia indah sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka".
Dengan tersenyum, Nabi berkata: "Ketahuilah duhai manusia, barang siapa yang ingin melihat penduduk surga, maka lihatlah pribadi lelaki ini". 'Ukasyah langsung tersungkur dan bersujud memuji Allah. Sedangkan yang lain berebut mencium 'Ukasyah. Pekikan takbir menggema kembali. "Duhai, 'Ukasyah berbahagialah engkau telah dijamin Nabi sedemikian pasti, bergembiralah engkau, karena kelak engkau menjadi salah satu yang menemani Rasul di surga". Itulah yang kemudian dihembuskan semilir angin ke seluruh penjuru Madinah.
Maka alangkah indahnya saat manusia yang dicinta itu mau dikisas oleh sahabat 'Ukasyah Ibnu Muhsin, kita lah yang diperkenankan untuk menggantikan hujaman dera cambukan yang memilukan itu, yang membuat masjid kala itu mendengung seperti sarang lebah. Serta buliran air mata para sahabat yang tak terbendungkan lagi.
Melihat tegap badan manusia yang di maksum itu, 'Ukasyah langsung menanggalkan cambuk dan berhambur ke tubuh Nabi. Sepenuh cinta direngkuhnya Nabi, sepuas keinginannya ia ciumi punggung Nabi begitu mesra. Gumpalan kerinduan yang mengkristal kepada beliau, dia tumpahkan saat itu. 'Ukasyah menangis gembira, 'Ukasyah bertasbih memuji Allah, 'Ukasyah berteriak haru, gemetar bibirnya berucap sendu, "Tebusanmu, jiwaku ya Rasul Allah, siapakah yang sampai hati mengkisas manusia indah sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka".
Dengan tersenyum, Nabi berkata: "Ketahuilah duhai manusia, barang siapa yang ingin melihat penduduk surga, maka lihatlah pribadi lelaki ini". 'Ukasyah langsung tersungkur dan bersujud memuji Allah. Sedangkan yang lain berebut mencium 'Ukasyah. Pekikan takbir menggema kembali. "Duhai, 'Ukasyah berbahagialah engkau telah dijamin Nabi sedemikian pasti, bergembiralah engkau, karena kelak engkau menjadi salah satu yang menemani Rasul di surga". Itulah yang kemudian dihembuskan semilir angin ke seluruh penjuru Madinah.
Maka alangkah indahnya saat manusia yang dicinta itu mau dikisas oleh sahabat 'Ukasyah Ibnu Muhsin, kita lah yang diperkenankan untuk menggantikan hujaman dera cambukan yang memilukan itu, yang membuat masjid kala itu mendengung seperti sarang lebah. Serta buliran air mata para sahabat yang tak terbendungkan lagi.
sambil berucap "Tidak Ya Rasul Allah,aku saja sebagai ganti kisas yang akan dihujamkan
oleh sahabat
'Ukasyah, pukullah aku, Andakain tubuhku hancur berkeping-keping
asal engkau tiada luka sama sekali, siapa tega melihat goresan luka ditubuhmu
oleh kisas yang akan dilakukan oleh sahabat terkasihmu 'Ukaysah. Maka relakan
tubuh hamba hancur hanya untukmu Duhai Pemimpin Kami Duhai Utusan Allah
nikah ala aktifis dakwah
Bismillah
Beberapa hari lalu saya mendapati sebuah status FB yang lucu. Seorang
teman bicara tentang model pernikahan aktifis dakwah dengan bahasa yang
ambigu. Mungkin sebagian orang langsung paham apa yang ia bicarakan.
Tetapi tidak untuk kali ini ini petikan obrolan mereka. saya ambilkan secuil saja.
Hehe, ini lg ngobrolin aisyah, mas. bukan maisyah
Menikah, bukan perkara ringan. Ia bukan hanya menjadi kebutuhan. Bagi
aktifis dakwah, menikah adalah wasilah/cara untuk menaiki tangga kedua
dari tahapan amal (marotibul amal) : takwin baitul muslim (membina rumah
tangga muslim). Mereka tidak mengenal istilah pacaran. Mereka percaya
bahwa kebarokahan sebuah pernikahan bisa dicapai -salahsatunya- dengan
menjaga proses pernikahan itu. Mulai dari perkenalan, hingga selesai
terselenggaranya walimatul ‘urs. Lalu, apa hubungannya dengan jalur
negeri dan jalur swasta??
Beberapa kalangan aktifis dakwah di sudut Kota Jogja biasa
membicarakannya dengan isyarat tangan seperti ini. eheheh, ada-ada saja
ya (dasar yg nulis juga lagi kurang kerjaan nih)
Isyarat 1 : Tangan menunjuk pada bagian jari manis, seolah-olah ada cincin yang melingkar disana.
Inilah yang disebut Jalur Swasta. Seorang aktifis dakwah tiba-tiba
datang kepada ustadznya dan berkata, “ustadz, mohon doa, ahad depan saya
menikah”. Ustadz/guru ngajinya tidak dilibatkan dalam proses perkenalan
hingga persiapan walimah. si ustadz tidak tau menahu perihal akhwat
yang hendak dinikahinya. Mungkin ia meminta bantuan adik, kakak, orang
tua, atau teman, saat proses ta’aruf dan khitbah berlangsung.
Isyarat 2 : menunjuk sesuatu. bahasa jawanya : ngecim.
Si ikhwan jatuh hati pada seorang akhwat. Yang umum terjadi sih si
akhwat adalah seseorang yang telah dikenal sebelumnya. Mungkin satu
kelas, satu amanah, temen SMA, temen SMP, tetanggaan, dll. Lalu ia
berniat menikahinya. Ia akan bilang pada ustadznya, “ya ustadz, saya
hendak menikahi fulanah. ini proposal saya. mohon nasihat dan
bantuannya”. Ya, si ikhwan bikin proposal yang isinya deskripsi lengkap
tentang dirinya. Saya menyebutnya, Jalur Semi Negeri. Sang ustadz
dilibatkan dalam proses ta’aruf hingga khitbah. Beliau akan melacak
siapa guru ngaji si akhwat yang dimaksud, dan mengutarakan maksud si
ikhwan kepada guru ngaji si akhwat.
Isyarat 3 : isyarat mempersilahkan. biasanya orang jogja melakukan isyarat tangan seperti itu sambil berkata, monggo..
Yang terakhir ini yang disebut Jalur Negeri. Si ikhwan akan menyerahkan
proposal nikah pada ustadznya, dan sang ustadz akan mencarikan jodoh,
sesuai dengan kriteria yang tertulis dalam proposal itu. Di kota jogja,
cara ini lebih seru lagi. karena ada lembaga yang akan menangangi
proposal aktivis2 dakwah dengan profesional Tak
jarang seorang ikhwan akan dipertemukan dengan akhwat yang sama sekali
belum pernah dikenalnya. Kalo kata saya, inilah cara mereka untuk
menjaga niat tulus menikah karena Allah, bukan karena kecenderungan
ansih. ohh, so sweeet..
Emangnya bakal jadi masalah ya kalo nikahnya jalur swasta?
Kalo kata saya mah, disatu sisi jadi masalah, tapi di sisi lain
menyelesaikan masalah. Kan ga mungkin tuh kalo setiap ustadz/murobbi
kudu nyariin jodoh buat mutarobi/santrinya.. iya kalo ustadznya udah
dapet jodoh. kalo belum? hehe. maybe ga bakalan nyebet nyari jodoh
sendiri kalo ustadznya cepet nyariin jodohnya. nha kalo lama?? hohoho.
Di sisi ini, jalur swasta menjadi jalan keluar. Lalu apa masalahnya?
Sebuah tembok bisa berdiri kokoh kalo batu batanya disusun rapi. Air,
semen, pasir, dicampur dengan komposisi yang pas. Kesemuanya akan
menjadi solid jika setiap komponen ikhlas untuk dirapikan. Demikian pula
dengan jamaah. Menurut saya wajar, kalo tiba2 ada yang kaget atau
merasa kecewa kalo mendapati kawan seperjuangannya atau mutarobbinya
tiba2 memberi undangan pernikahan, sedang ia tak pernah dilibatkan dalam
hal apapun. Saya balik pernyataan status di atas : kita kan satu tubuh,
akhi. mengapa kita tidak dilibatkan untuk hari kebahagiaanmu? Oh, pasti
tersayatlah hati sang Murobbi..
Apa solusinya? K.O.M.U.N.I.K.A.S.I. Sejak awal, harus dibangun
komunikasi yang baik antara murobbi dengan mutarobi. Jika kedekatan
sudah ada diantara keduanya, pasti enak mau membahas apapun.
Mbahas beginian pasti bakal panjang. panjang kali lebar jadinya luas.
sementara ilmu saya masih terbatas. semoga yang saya tulis ini ada
manfaatnya. Wallahu’alam bish showaf
jangan meratapi pengalaman terburuk
*Tidak ada sikap yang lebih buruk dari meratapi masa lalu yang buruk.*
Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wa Sallam tidak meratapi kejadian
waktu beliau dilempari batu dan kotoran oleh orang-orang kafir saat awal
berdakwah. Beliau tidak pernah tenggelam dalam kesedihan panjang saat
terluka berdarah-darah sepulang dari perang uhud.
Nabi Musa
'Alaihissalam tidak meratapi ketika harus diusir oleh Fir'aun dari
Mesir. Nabi Yusuf 'Alaihissalam tidak tinggal dalam ratapan panjang saat
ia dimasukkan ke dalam penjara. Sayyid Quthb tidak meratapi dirinya
dalam bui, bahkan ia menikmati masa-masa menulis tafsir "Fi Zhilalil
Qur'an" dalam bui hingga ajal menjemputnya.
#Muhassabah :)
*Diambil dari buku "La Tahzan Untuk Penanti Jodoh-Abu Faiz Ramadhan dan Ummu Nafisa*
permata gadis yang luar biasa
Kuingin
kembali pada masa kecilku, yang penuh dengan canda dan tawa dimana aku merasa
bahagia tanpa beban apapun. Aku hanya merasakan keceriaan ku bersama
teman-teman ku, bermain dengan penuh suka cita. Tangisan dari air matanya yang
mungil dengan menatap perhatian sang ibu. Bermain yang terkadang tak kenal
waktu, membuat ibu marah menandakan kasih sayang kepada gadis mungilnya… :’)
Saat
ku kecil aku hanya menghabiskan waktu ku bersama teman-teman ku yang terkadang
terjadi konflik yang sedikit menyebalkan tetapi itu hanya kemarahan yang
terkadang terjadi karena kecemburuan saja. Terkadang aku suka tetawa apabila
mengingat itu semua sebuah pertemanan yang konyol tapi takkan pernah kulupakan
sampai kapan pun itu! It’s Sure
Kebahagiaaan
yang terasa sempurna dimana kasih sayang kedua orang tua ku yang adil kepada
kakak dan adikku… dan terkadang kita suka berantem karena hal yang seepele yang
terkadang juga membuat ibu marah. Tapi kitaa mengaanggap semua itu hanyaa
candaan yang terkadang terjadi dalam persaudaraan. Perhatian sang ibu yang tak
pernah lelah mengasuh kami, Ayah yang selalu berkerja keras demi keluarganya,
seorang ayah yang bertanggung jawab dan sayang kepada anak-anaknya. J
Dan
aku selalu berdo’a kepada Allah untuk selalu melindungi Ayah,ibu, kakak dan
adikku. Dari semua kejahatan, dan tidak lupa aku selalu medo’akan kedua orang
tua ku untuk selalu diberi kesehatan dan umur yang panjaang. Aku sangaat takut
apabila kehilangan salah satu dari kedua orang tua ku karena aku belum sempat
membahagiakannya. Semoga Allah selalu menjaga kedua orang tua ku yaa J
Terkadang
dimalam yang sunyi aku pernah berdo’a kepada sang Khalik dan meminta agar
menjaga hati kedua orang tua ku dan jangan pernah sakiti hatinya… jangan
teteskan air mata kesedihan itu dari wajahnya, tetapi basahilah dengan air mata
kebahagiaan. Aku hanya menangis pilu memohon agar Allah mengabulkan do’aku.Amin
Air
mata yang mengalir dari gadis kecil yang memilu dari air matanya yang mungil. Terkadang
dia sering mengintip ibunya dia ingin melihat senyuman yang manis dari bibir
ibu nya dan dia sangaaat merasa bahagia apabila melihat senyuman sang Ibu J dan pada suatu malam yang indah dengan memandang
bintang yang berkelap kelip diatas langit gadis mungil itu yang duduk
dipangkuan ibunya dan dia berkata “IBU, Aku sayang Ibu karena Allah” dan sang
ibu menangis menatap bahagia kepada gadis kecilnya. Dan mencium kening gadis
mungil itu.
Betapa
bahagianya sang ibu melihat anak gadis yang mungil yang tampak perhatian dan
berbakti pada ibunya. Dan ibu bangun disetiap malam dan berdo’a kepada sang
Khalik dengan penuh sujud syukur kepada Allah memeberikan sesosok gadis kecil
yang sangat perhatiaannya kepada sang ibu. Gadis yang selama ini dikandung oleh
ibunya selama 9 bulan didalam Rahim ibunya yang selalu ibu rawat dan dijaganya
dengan penuh kasih sayang Sang ibu menanti anaknya lahir didunia.
Pada
suatu saat sang gadis kecilnya beranjak dewasa sekitar berumur 14 tahun dimana
sang anak itu tumbuh dengan menjadi gadis yang sangat berbakti kepada ayah dan
Ibunya. Kakak dan adiknya yang selalu sayang kepada aku. Nama ku Alisa biasa
dipanggil Lisa aku anak ke dua. Impian ku adalah dimana aku melihat kebahagiaan
yanbg dirasakan oleh kedua orang tua ku. Aku takkan pernah lelah memohon do’a
kepada Allah untuk selalu menjaga kedua orang tua ku.
Sang
ibu yang sangaat menyayangi ketiga anaknya itu, harus merasakan cobaan yang
begitu berat anaknya yang ke 2 yang bernama Lisa dia harus merasakan hidupnya
yang tidak normal seperti anak yang lainnya dia mengidap penyakit kanker otak
semenjak umur 13 tahun sekarang kanker itu semakin cepat tumbuh dan sekarang
sudah stadium 3. Seorang ibu yang begitu tekikis hatinya saat tau gadis itu
mengidap kanker otak. Sang ibu selalu merasa sedih karena anak gadinya itu
begitu kuat dan tegar dalam menghadapi penyakitnya.
Dia
selalu merasa bahagia dan tidak ingin dikasihanin sama orang lain. Dia tidak
ingin penyakitnya itu mebebankan orang lain. Dia selalu berdo’a kepada Allah agar
penyakitnya ini disembuhkan dan tidak mebebnkan ayah dan Ibu ku. Lisa itu sesosok wanita yang tegar dan kuat dan
tidak ingin dilihat lemah oleh teman-temannya. Pernah pada suatu saat dia
sekolah pada saat dia harus mengikuti try out disekolahaannya dia harus
merasakan sakit itu pada saat berlangsungnya try out itu.
Hidungnya
yang mengeluarkan tetesan darah, tetapi dia kekeh ingin melanjutkan try out itu
sampai selesai. Dan teman-temannya pun sangaat sedih melihat Lisa seperti itu.
Dan Lisa hanya membasuh hidungnya dengan
seutas tisyu. Tetapi anita tetap tidak ingin dilihat lemah oleh teman-temannya.
Dia tersenyum seakan ia menandakan ia tidak mengalami apa-apa. Senyuman diluar
tetapi didalam kepalanya dia harus menahan sakiit yang begitu luar biasa.
Bell
sekolah pun berbunyi bertanda try out telah usai. Sahabatnya pun langsung
mennghampiri Lisa , sebuah persahabatan yang sejati. mereka adalah teman-teman
terbaikku dan mereka bertanya pada ku : “ Lisa , tadi kmu kenapa? Kmu lgi
sakit?” dan Lisa pun hanya menjawab “ Aku tidak apa-apa ko tdi hanya kecapean
saja.” Sang sahabat lalu menjawab “Ooh
seperti itu yasyudah kalo ada apa-apa cerita aja pada kami InsyaAllah kita bisa
bantu. Iyaa ga teman-teman? J” dan
yang lainnya pun serentak menjawab “ iyaaa pastti dong ;) “
Dengan
langkah yang begitu lemas dan terlihat wajah Lisa yang begitu pucat dia segera
pulang kerumah. Ibu yang menanti kehadirannya di Rumah sangat cemas kepada
gadisnya yang takut kenapa-kenapa atas penyakitnya itu. Dengan langkahan kaki
yang terus berjalan akhirnya dia sampai dirumah. Tok tok tok bunyi pintu yang
diketuk oleh Lisa dari luar “Assalamu’alaikum bu..” dengan suara yang lemas.
Dan ibu segara membukakan pintu itu. Saat ibu membukakan pintu itu ibu sangat panik
melihat Lisa yang begitu pucat dan ibu lalu bertanya “ Nak, kamu kenapa?” Lisa hanya
menjawab” aku gapapa ko bu, Nita hanya pusing saja” lalu ibu menyuruhnya
beristirahat dikamarnya. Dan pada saaat itu ibu sangaat takut kalau anaknya
tidak kuat menahan sakitnya itu. Ibu hanya menangis dan memohon kepada Allah
agar penyakitnya itu diangkat dari tubuhnya…
Pada
suatu malam Lisa menjalankan sholat tahajud dengan diakhiri salam Lisa
mengangkat kedua tangannya, lalu ia berdo’a kepada Allah SWT dia mengadu
tentang hari-harinya yang penuh dengan tantangan dia berdo’a agar Allah
memeberikan kekuatan kepadanya dalam mengahadapi sakitnya yang tidak biasa ini
tetsan air mata mengalir dari matanya yang penuh dengan harapan. Dia minta agar
penyakitnya ini hanya Lisa lah yang merasakannya dan tidak ada seorang pun yang
terbebani dengan penyakitnya.
Dia ingin
penyakitnya itu lekas sembuh dan tidak lagi menyusahkan ayah dan ibu nya. Dan
Lisa pun selalu berdo’a agar Allah memberikan umur yang panjang agar dia bisa
membahagiakan Ayah dan Ibunya. Dan ia kembali ketempat tidurnya.. Tak lama
kemudian suara Adzan Subuh berkumadang Lisa pun lekas bangun dan bergegas
menuju tempat wudhu lalu menjalankan Sholat.. Sehabis sholat Lisa pun langsung
bergegas mandi dan siap untuk berangkat kesekolah.
Sampainya
disekolah dia tidak pernah menapakkkan wajahnya yang lemah dan terlihat seperti
sakit dia selalu menampakkkan wajahnya yang ceria dan penuh dengan senyuman
yang manis dari bibirnya itu. Dia dikenal sebagai wanita yang
baik,pintar,humoris dan tidak sombong sehingga banyak teman yang ingin berteman
denganya. Dia berharap bisa menjalankan hidupnya seperti teman-temannya yang
normal dan tidak terbebankan oleh penyakitnya. Dan dia oun tidak pernah
menceritakan penyakitnya ini kepada teman-temannya karena dia takut kalau
cerita dia merasa dikasihanin dan dia takut penyakitnya ini bisa menyusahkan
teman-temannya.
Sesekali
dia pernah pada saat lagi pelajaran IPS bagian kelompok Lisa lah yang maju
persentasi. Saat ia sedang membacakan tugasnya tiba-tiba ia merasa sangaat
sakit kepalanya dan mengeluarkan darah lagi dari hidungnya tetapi dia tetap
melanjutkan membacanya padahal teman-temannya sangaat tidak tega melihat lisa
seperti itu dna gurunya pun menyuruh Lisa duduk dan tidak melanjutkan memebaca
lagi tetapi Lisa tatap kekeh ingin melanjutkan membacanya dan dia hanya
tersenyum dan bilang tidak apa dan ini memang suka seperti ini.
Akhirnya
ia melnjutkan membaca sampai selesai, seusai dia persentasi dia pamit ke Toilet
kepada gurunya dan ia bergegas memebersihkan darah yang adaa dihidungnya itu.
Dia menangis dan ia selalu bertanya-tanya pada dirinya dia selalu berkata
“mengapa harus aku yang speerti ini? Kenapa penykit ini tak kunjung sembuh? Ya Allah Cabuuttt
penyakit ini aku gamau ada orang lain yang kasian sama aku, aku pingin
sembuh,aku ingin seperti anak-anak yang hidup dengan normal!”
Habis itu
dia langsung mengusap air matanya dan membasuh dengan percikan air yang
mengalir dari keran. Lalu ia bergegas masuk ke kelas dan memasang wajah
terseyum yang selalau ia pertandakan bahwa ingin selalu dipandang kuat bukan
sebaliknya.. lalu ia menjalankan aktifitas sekolahnya sampai selesai.
Pada
suatu saat dia harus menjalankan cek up kedokter dan menjalankan terapi otak,
dan dokter langsung membacakan bagaimana perkembangan penyakit Lisa kepada
kedua orang tuanya dan lisa yang menunggu didepan ruangan dokter. Lalu langsung
dokter itu menjelaskan tetang penyakit Lisa dengan mengeluarkan hasil ronsen
Lisa itu, dan dokter menjelaskan hasil ronsen tersebut. Dokter “ Bapak,Ibu
putri ibu mengidap kanker otak stadium 4 saraf-saraf otaknya sudah ada yang
tidak berfungsi lagi,” Ayah dan Ibu Lisa hanya menangis melihat hasil ronsen
itu. Lalu ayah dan ibu lisa bergegas keluar dan bergegas pulang kerumah, Lisa
tampak bingung melihat kedua orang tuanya menangis, lalu ia terus bertanya
kepada ayah dan ibunya, Ayah: “ayah,ayah, tadi kata dokter lisa kenapa kepala
lisa tidak apa-apa kan kanker lisa udah sembuhkan yaah? Yah jawab pertanyaan
lisa dong?” Ayah: “ Lisa yang cantik lisa gapapa ko lisa pasti sembuh, lisa
yang kuat yaaJ” dengan wajah ayah dan
ibu yang terus meneteskan air mata. Lisa:” Ayah sama ibu kenapa menangis kan
lisa udah gapp tapi ko ayah sama ibu masih nangis? “ Ayah dan Ibu hanya
memeberikan senyuman yang penuh dengan ras atakut kehilaangan anaknya.
Dan pada
suatu hari dimana Lisa harus di Operasi karena ada sedikit cairan diotaknya
yang harus diambil, Pada saat itu Lisa merasa penyakitnya ingin diangkat oleh
dokter. Sebelum dia dioperasi dia berpesan sama ayah dan ibunya agar selalu ada
disampingnya. Operasi berjalan dengan lancar dimana teman-temannya pun pada
jengung kerumah sakit.. Kedua orang tuanya menunggu disamping Lisa dan Lisa pun
cepat pulih dan bangun dari tempat tidurnya..
Dan dia
ingin duduk dan ingin menyampaikan sesuatu dengan tatapan seperti orang yang
sudah lekas dari penyakitnya, ia seperti seseorang yang sudah sembuh ibunya
yang kaget penuh rasa syukur anak gadisnya bisa sebugar ini tetapi Lisa hanya
ingin menyampaikan sesuatu kepada kedua orang tuanya.. Lisa: “Ayah,Ibu, Lisa
pamit yaa lisa maau pergi ketempat yang indah,maaffin lisa yaa kalo selama ini
lisa suka membuat ayah sama ibu susah suka bikin kesel ayah sama ibu, Lisa
sayaaaang banget sama ayah sama ibu lisa takut kehilangan ayah sama ibu. Maaffin
lisa yaa kalo lisa belum bisa ngebahagiain ayah sama ibu.
Dan
teman-teman lisa yang lisa sayaaang maaffin lisaa yaaa kalo selama ini lisa
suka nyusahin kalian suka buat kalian jengkel maaffin yaaa..” Lisa dengan
tatapan penuh dengan kebahagiaan campur kesedihan ia berkata seperti itu
orang-orang yang ada disitu hanya bisa menangis. Oiya ada satu lagi yang ingin
lisa sampein ke ayah sama ibu :” Ayah Ibu kak Reza dan Adikku yang tersayang
fikri Aku sayaaaang Kalian karena ALLAH SWT. :’) “ Aku pergi dulu yaa Ayah Ibu
kaka,adik dan teman-teman Assalamu’alaikum wr.wb J
Itu lah
kata-kata terakhir yang terucap dari Lisa gadis yang begitu kuat menghadapi
hidup yang begitu keras banyak pelajaran yang kita ambil dari gadis tersebut.
Ayah dan Ibu yang teruuus menangis dan merasa bahagia memiliki sesosok anak
gadis yang sekuat dan setegar itu. SubhanAllah…
Semogaaa
Allah selalu menyiapkan tempat yang terbaik yaa untuk Lisaa.. Amiin J
Langganan:
Postingan (Atom)
gggrrrr.........