Bismillah
Beberapa hari lalu saya mendapati sebuah status FB yang lucu. Seorang
teman bicara tentang model pernikahan aktifis dakwah dengan bahasa yang
ambigu. Mungkin sebagian orang langsung paham apa yang ia bicarakan.
Tetapi tidak untuk kali ini ini petikan obrolan mereka. saya ambilkan secuil saja.
Hehe, ini lg ngobrolin aisyah, mas. bukan maisyah
Menikah, bukan perkara ringan. Ia bukan hanya menjadi kebutuhan. Bagi
aktifis dakwah, menikah adalah wasilah/cara untuk menaiki tangga kedua
dari tahapan amal (marotibul amal) : takwin baitul muslim (membina rumah
tangga muslim). Mereka tidak mengenal istilah pacaran. Mereka percaya
bahwa kebarokahan sebuah pernikahan bisa dicapai -salahsatunya- dengan
menjaga proses pernikahan itu. Mulai dari perkenalan, hingga selesai
terselenggaranya walimatul ‘urs. Lalu, apa hubungannya dengan jalur
negeri dan jalur swasta??
Beberapa kalangan aktifis dakwah di sudut Kota Jogja biasa
membicarakannya dengan isyarat tangan seperti ini. eheheh, ada-ada saja
ya (dasar yg nulis juga lagi kurang kerjaan nih)
Isyarat 1 : Tangan menunjuk pada bagian jari manis, seolah-olah ada cincin yang melingkar disana.
Inilah yang disebut Jalur Swasta. Seorang aktifis dakwah tiba-tiba
datang kepada ustadznya dan berkata, “ustadz, mohon doa, ahad depan saya
menikah”. Ustadz/guru ngajinya tidak dilibatkan dalam proses perkenalan
hingga persiapan walimah. si ustadz tidak tau menahu perihal akhwat
yang hendak dinikahinya. Mungkin ia meminta bantuan adik, kakak, orang
tua, atau teman, saat proses ta’aruf dan khitbah berlangsung.
Isyarat 2 : menunjuk sesuatu. bahasa jawanya : ngecim.
Si ikhwan jatuh hati pada seorang akhwat. Yang umum terjadi sih si
akhwat adalah seseorang yang telah dikenal sebelumnya. Mungkin satu
kelas, satu amanah, temen SMA, temen SMP, tetanggaan, dll. Lalu ia
berniat menikahinya. Ia akan bilang pada ustadznya, “ya ustadz, saya
hendak menikahi fulanah. ini proposal saya. mohon nasihat dan
bantuannya”. Ya, si ikhwan bikin proposal yang isinya deskripsi lengkap
tentang dirinya. Saya menyebutnya, Jalur Semi Negeri. Sang ustadz
dilibatkan dalam proses ta’aruf hingga khitbah. Beliau akan melacak
siapa guru ngaji si akhwat yang dimaksud, dan mengutarakan maksud si
ikhwan kepada guru ngaji si akhwat.
Isyarat 3 : isyarat mempersilahkan. biasanya orang jogja melakukan isyarat tangan seperti itu sambil berkata, monggo..
Yang terakhir ini yang disebut Jalur Negeri. Si ikhwan akan menyerahkan
proposal nikah pada ustadznya, dan sang ustadz akan mencarikan jodoh,
sesuai dengan kriteria yang tertulis dalam proposal itu. Di kota jogja,
cara ini lebih seru lagi. karena ada lembaga yang akan menangangi
proposal aktivis2 dakwah dengan profesional Tak
jarang seorang ikhwan akan dipertemukan dengan akhwat yang sama sekali
belum pernah dikenalnya. Kalo kata saya, inilah cara mereka untuk
menjaga niat tulus menikah karena Allah, bukan karena kecenderungan
ansih. ohh, so sweeet..
Emangnya bakal jadi masalah ya kalo nikahnya jalur swasta?
Kalo kata saya mah, disatu sisi jadi masalah, tapi di sisi lain
menyelesaikan masalah. Kan ga mungkin tuh kalo setiap ustadz/murobbi
kudu nyariin jodoh buat mutarobi/santrinya.. iya kalo ustadznya udah
dapet jodoh. kalo belum? hehe. maybe ga bakalan nyebet nyari jodoh
sendiri kalo ustadznya cepet nyariin jodohnya. nha kalo lama?? hohoho.
Di sisi ini, jalur swasta menjadi jalan keluar. Lalu apa masalahnya?
Sebuah tembok bisa berdiri kokoh kalo batu batanya disusun rapi. Air,
semen, pasir, dicampur dengan komposisi yang pas. Kesemuanya akan
menjadi solid jika setiap komponen ikhlas untuk dirapikan. Demikian pula
dengan jamaah. Menurut saya wajar, kalo tiba2 ada yang kaget atau
merasa kecewa kalo mendapati kawan seperjuangannya atau mutarobbinya
tiba2 memberi undangan pernikahan, sedang ia tak pernah dilibatkan dalam
hal apapun. Saya balik pernyataan status di atas : kita kan satu tubuh,
akhi. mengapa kita tidak dilibatkan untuk hari kebahagiaanmu? Oh, pasti
tersayatlah hati sang Murobbi..
Apa solusinya? K.O.M.U.N.I.K.A.S.I. Sejak awal, harus dibangun
komunikasi yang baik antara murobbi dengan mutarobi. Jika kedekatan
sudah ada diantara keduanya, pasti enak mau membahas apapun.
Mbahas beginian pasti bakal panjang. panjang kali lebar jadinya luas.
sementara ilmu saya masih terbatas. semoga yang saya tulis ini ada
manfaatnya. Wallahu’alam bish showaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar