Selasa, 19 Februari 2013

nikah ala aktifis dakwah

Bismillah

Beberapa hari lalu saya mendapati sebuah status FB yang lucu. Seorang teman bicara tentang model pernikahan aktifis dakwah dengan bahasa yang ambigu. Mungkin sebagian orang langsung paham apa yang ia bicarakan. Tetapi tidak untuk  kali ini :D ini petikan obrolan mereka. saya ambilkan secuil saja.
Image
Hehe, ini lg ngobrolin aisyah, mas. bukan maisyah :P
Menikah, bukan perkara ringan. Ia bukan hanya menjadi kebutuhan. Bagi aktifis dakwah, menikah adalah wasilah/cara untuk menaiki tangga kedua dari tahapan amal (marotibul amal) : takwin baitul muslim (membina rumah tangga muslim). Mereka tidak mengenal istilah pacaran. Mereka percaya bahwa kebarokahan sebuah pernikahan bisa dicapai -salahsatunya- dengan menjaga proses pernikahan itu. Mulai dari perkenalan, hingga selesai terselenggaranya walimatul ‘urs. Lalu, apa hubungannya dengan jalur negeri dan jalur swasta??
Beberapa kalangan aktifis dakwah di sudut Kota Jogja biasa membicarakannya dengan isyarat tangan seperti ini. eheheh, ada-ada saja ya (dasar yg nulis juga lagi kurang kerjaan nih)
Image
Isyarat 1 : Tangan menunjuk pada bagian jari manis, seolah-olah ada cincin yang melingkar disana.
Inilah yang disebut Jalur Swasta. Seorang aktifis dakwah tiba-tiba datang kepada ustadznya dan berkata, “ustadz, mohon doa, ahad depan saya menikah”. Ustadz/guru ngajinya tidak dilibatkan dalam proses perkenalan hingga persiapan walimah. si ustadz tidak tau menahu perihal akhwat yang hendak dinikahinya. Mungkin ia meminta bantuan adik, kakak, orang tua, atau teman, saat proses ta’aruf dan khitbah berlangsung.
Isyarat 2 : menunjuk sesuatu. bahasa jawanya : ngecim.
Si ikhwan jatuh hati pada seorang akhwat. Yang umum terjadi sih si akhwat adalah seseorang yang telah dikenal sebelumnya. Mungkin satu kelas, satu amanah, temen SMA, temen SMP, tetanggaan, dll. Lalu ia berniat menikahinya. Ia akan bilang pada ustadznya, “ya ustadz, saya hendak menikahi fulanah. ini proposal saya. mohon nasihat dan bantuannya”. Ya, si ikhwan bikin proposal yang isinya deskripsi lengkap tentang dirinya. Saya menyebutnya, Jalur Semi Negeri. Sang ustadz dilibatkan dalam proses ta’aruf hingga khitbah. Beliau akan melacak siapa guru ngaji si akhwat yang dimaksud, dan mengutarakan maksud si ikhwan kepada guru ngaji si akhwat.
Isyarat 3 : isyarat mempersilahkan. biasanya orang jogja melakukan isyarat tangan seperti itu sambil berkata, monggo..
Yang terakhir ini yang disebut Jalur Negeri. Si ikhwan akan menyerahkan proposal nikah pada ustadznya, dan sang ustadz akan mencarikan jodoh, sesuai dengan kriteria yang tertulis dalam proposal itu. Di kota jogja, cara ini lebih seru lagi. karena ada lembaga yang akan menangangi proposal aktivis2 dakwah dengan profesional :D Tak jarang seorang ikhwan akan dipertemukan dengan akhwat yang sama sekali belum pernah dikenalnya. Kalo kata saya, inilah cara mereka untuk menjaga niat tulus menikah karena Allah, bukan karena kecenderungan ansih. ohh, so sweeet..
Emangnya bakal jadi masalah ya kalo nikahnya jalur swasta?
Kalo kata saya mah, disatu sisi jadi masalah, tapi di sisi lain menyelesaikan masalah. Kan ga mungkin tuh kalo setiap ustadz/murobbi kudu nyariin jodoh buat mutarobi/santrinya.. iya kalo ustadznya udah dapet jodoh. kalo belum? hehe. maybe ga bakalan nyebet nyari jodoh sendiri kalo ustadznya cepet nyariin jodohnya. nha kalo lama?? hohoho. Di sisi ini, jalur swasta menjadi jalan keluar. Lalu apa masalahnya?
Sebuah tembok bisa berdiri kokoh kalo batu batanya disusun rapi. Air, semen, pasir, dicampur dengan komposisi yang pas. Kesemuanya akan menjadi solid jika setiap komponen ikhlas untuk dirapikan. Demikian pula dengan jamaah. Menurut saya wajar, kalo tiba2 ada yang kaget atau merasa kecewa kalo mendapati kawan seperjuangannya atau mutarobbinya tiba2 memberi undangan pernikahan, sedang ia tak pernah dilibatkan dalam hal apapun. Saya balik pernyataan status di atas : kita kan satu tubuh, akhi. mengapa kita tidak dilibatkan untuk hari kebahagiaanmu? Oh, pasti tersayatlah hati sang Murobbi..
Apa solusinya? K.O.M.U.N.I.K.A.S.I. Sejak awal, harus dibangun komunikasi yang baik antara murobbi dengan mutarobi. Jika kedekatan sudah ada diantara keduanya, pasti enak mau membahas apapun.
Mbahas beginian pasti bakal panjang. panjang kali lebar jadinya luas. sementara ilmu saya masih terbatas. semoga yang saya tulis ini ada manfaatnya. Wallahu’alam bish showaf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar